✉ info@leimena.org    +62 811 1088 854
Civis 001/2015

Prinsip Penting Negara Hukum

 

Lebih lanjut, untuk dapat disebut sebagai negara hukum, disyaratkan adanya  beberapa unsur yang merupakan prinsip penting dalam penyelenggaraan negara.

Unsur pertama adalah  adanya pengakuan  bahwa rakyat maupun penguasa menghormati dan menjunjung tinggi  hukum dan konstitusi, dengan mana  segala tindakan yang dilakukan pemerintah atau negara  harus didasarkan pada hukum yang berlaku yang telah ada sebelumnya.

Unsur kedua adalah diakui dan dihormatinya hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar, lengkap dengan jaminan perlindungan atas pelanggaran yang terjadi terhadap hak asasi warga negara tersebut.

Dan unsur yang ketiga adalah adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.

Sejalan dengan tuntutan zaman, unsur-unsur penyelenggara negara hukum semakin berkembang.  Jimly Asshiddiqie, menyebut sedikitnya terdapat 12 (dua belas) prinsip pokok negara hukum yang berlaku di zaman sekarang ini. Keseluruhannya merupakan pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya suatu negara yang demokratis konstitusional sehingga dapat disebut sebagai negara Hukum dalam arti yang sebenarnya. Kedua belas prinsip pokok tersebut meliputi: a. supremasi hukum; b. persamaan dalam hukum; c. asas legalitas; d. pembatasan kekuasaan; e. organ-organ eksekutif yang bersifat independen; f. peradilan yang bebas dan tidak memihak; g. peradilan tata usaha negara; h. peradilan tata negara; i. perlindungan hak asasi  manusia; j. bersifat demokratis; k. berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan kesejahteraan; l. transparansi dan kontrol sosial.

Dalam suatu negara hukum, salah satu pilar terpentingnya adalah perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia sebagai ciri yang penting suatu negara hukum yang demokratis. Setiap manusia sejak kelahirannya menyandang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang bersifat bebas dan asasi. Terbentuknya negara dan demikian pula penyelenggaraan kekuasaan suatu negara tidak boleh mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak asasi kemanusiaan itu. Bahkan dewasa ini salah satu ciri yang disebut sebagai negara yang gagal adalah ketika negara tersebut tidak berhasil melindungi dan menegakkan hak-asasi rakyatnya.

Supremasi hukum atau yang disebut juga sebagai asas legalitas mewajibkan hukum menjadi landasan dari segenap tindakan negara, dan hukum itu sendiri harus baik dan adil. Baik karena sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat dari hukum, dan adil karena maksud dasar segenap hukum adalah keadilan. Ada empat alasan utama untuk menuntut agar negara diselenggarakan dan menjalankan tugasnya berdasarkan hukum: (1) kepastian hukum, (2) tuntutan perlakuan yang sama, (3) legitimasi demokratis, dan (4) tuntutan akal budi.

Semua prinsip yang menjadi landasan kehidupan bernegara yang disebutkan dalam unsur-unsur tersebut diatas, dapat dipertahankan melalui mekanisme pengujian yang dilakukan di depan suatu pengadilan yang mandiri, bebas, dan tidak memihak atau netral. Orang per orang dapat tampil di depan pengadilan untuk mempersoalkan pelanggaran yang dilakukan negara, pemerintah atau siapa saja yang melanggar hak asasi seseorang atau menimbulkan kerugian pada orang tersebut. Proses peradilan demikian pun harus di dasarkan pada hukum yang secara sama berlaku bagi semua pihak, termasuk bagi pengadilan dalam mengambil keputusan.

 

Penutup

 

Negara Indonesia yang didirikan di atas landasan hukum bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Keberadaan semua unsur negara hukum di Indonesia, tidaklah berarti dengan sendirinya akan memberi keadilan kepada warganegara. Rakyat masih harus  memperjuangkannya. Kecenderungan kekuasaan adalah menyimpang, sehingga melalui prinsip dan mekanisme yang telah tersedia, rakyat harus melakukan pengawasan  untuk mencegah penyimpangan dan  meluruskan jika diperlukan.

Penulis

Dr. Maruarar Siahaan adalah  Hakim Konstitusi RI (2003 – 2009), kini menjabat sebagai  Rektor Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan Senior Fellow Institut Leimena.

Responsible Citizenship

in Religious Society

Ikuti update Institut Leimena

Loading...