Para peserta program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) di Kazakhstan, 16-17 Maret 2022.
IL News 009/2022
Jakarta, 17 Juni 2022 – Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan program pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB). Pengalaman Indonesia untuk menumbuhkan semangat saling menghargai dan bekerja sama dalam perbedaan itu telah “go international” dan mendapatkan pujian dari audiens dalam program serupa di Kazakhstan.
Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, melakukan perjalanan ke kota Shymkent, Kazakhstan pada 16-17 Maret 2022 atas undangan dari Pendiri dan Presiden Love Your Neighbor Community (LYNC), Wade Kusack. Tujuannya membagikan pengalaman Indonesia dalam pelaksanaan program LKLB yang diadakan Institut Leimena didukung Templeton Religion Trust bersama berbagai mitra seperti Maarif Institute, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah, Masjid Istiqlal, Pengurus Besar Alkhairaat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Universitas Muslim Indonesia, Universitas Alkhairaat Palu, dan RBC Institute A Malik Fadjar.
“Saya mendapatkan undangan ke Kazakhstan karena program LKLB di Indonesia sangat menarik perhatian di luar negeri. Pelatihan LKLB di Indonesia benar-benar merupakan program yang konkret dan berdampak besar,” kata Matius kepada IL News, Senin (6/6/2022).
Matius menyampaikan presentasi tentang program LKLB di Indonesia lewat kegiatan bertajuk “Interdisciplinary Approaches to Global Engagement: Cross-Cultural Religious Literacy & Global Security Certificate Program” (Pendekatan Interdisipliner untuk Keterlibatan Global: Program Sertifikat Literasi Keagamaan Lintas Budaya dan Keamanan Global). Program LKLB di Indonesia sampai saat ini sudah diikuti sekitar 2.600 peserta dari 17 angkatan.
Matius mengatakan pelatihan dua hari tersebut baru tahap awal untuk memperkenalkan konsep LKLB. Para peserta yang hadir sebanyak 57 orang terdiri para pejabat pemerintahan dan tokoh lintas agama yaitu jaksa, petugas penegak hukum, pejabat urusan keagamaan, iman Muslim, pendeta Kristen Ortodoks, dan pendeta Kristen Evangelical. Mereka menerima sertifikat dengan salah satu penandatangannya adalah Institut Leimena.
“Tanggapan atas presentasi saya mengenai program LKLB di Indonesia sangat positif. Program LKLB di Indonesia sangat menarik minat peserta,” ujar Matius.
Dalam paparannya, Matius menyampaikan tentang keragaman Indonesia dari sisi etnis, bahasa daerah, serta agama dan kepercayaan. Meskipun memiliki populasi umat Muslim terbesar di dunia, Indonesia adalah negara kesatuan sesuai kesepakatan para pendiri bangsa dalam Sumpah Pemuda. Matius juga menceritakan sosok Dr. Johannes Leimena sebagai salah satu tokoh sentral dalam peristiwa Sumpah Pemuda yang juga orang kepercayaan Presiden pertama RI, Soekarno.
“Literasi Keagamaan Lintas Agama sejalan dengan dasar negara Indonesia, Pancasila, dan semboyan Bhineka Tunggal Ika,” kata Matius kepada audiens di Kazakhstan.
Dubes RI untuk Republik Kazakhstan dan Republik Tajikistan, Fadjroel Rachman (tengah), bersama istri, Ibu Poppy Yoeska, menerima buku karya Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif berjudul “Islam, Humanity and the Indonesian Identity: Reflections on History” dari Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho.
Bertemu Dubes Fadjroel Rachman
Dalam kunjungan ke Kazakhstan, Matius juga bertemu dengan Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Republik Kazakhstan merangkap Republik Tajikistan, Fadjroel Rachman, di ibu kota Nur-Sultan pada 20 Maret 2022. Dubes Fadjroel terinspirasi dengan konsep LKLB khususnya istilah “literasi keagamaan” karena dinilai bisa lebih diterima oleh banyak kalangan.
“Pak Dubes menanggapi sangat positif program LKLB yang dilakukan Institut Leimena, bahkan istilah ‘literasi keagamaan’ sangat menarik baginya,” ujar Matius.
Pada akhir pertemuan, Matius menyerahkan buku karya almarhum Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif dalam versi bahasa Inggris berjudul “Islam, Humanity and the Indonesian Identity: Reflections on History”. Buku ini adalah terjemahan buku Prof Syafii Maarif, atau akrab disapa sebagai Buya Syafii, berjudul “Islam Dalam Bingkai Keindonesian dan Kemanusiaan”, kemudian diterjemahkan oleh Institut Leimena dan diterbitkan oleh Leiden University Press.
Direktur Eksekutif Institut Leimena Matius Ho saat menyampaikan paparan mengenai program LKLB di Indonesia.
Terkait respons para peserta program LKLB di Kazakhstan, Matius mengatakan studi kasus dari Indonesia dinilai menawarkan jawaban yang dapat dipercaya dan sangat relevan bagi para audiens penegak hukum yaitu bagaimana menurunkan risiko ekstrimisme bermotivasikan agama dalam situasi Kazakhstan yang kompleks saat ini. Kazakhstan juga memiliki kemiripan dengan Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim.
“Program LKLB di Indonesia mengena untuk mereka karena tidak hanya konsep semata, serta bisa menjawab tantangan ekstremisme di sana,” ujarnya.
Matius menambahkan Wakil Kepala Departemen Urusan Keagamaan Shymkent menilai sangat baik program LKLB serta menunjukkan dukungannya lewat percakapan pasca acara, evaluasi, dan tindak lanjut.
Para peserta program LKLB di Kazakhstan menyimak paparan tentang program LKLB di Indonesia.
“Salah satu peserta yakni seorang jaksa kota Turkestan, Kazakhstan, mengatakan program ini memiliki pendekatan sangat menarik untuk membagikan studi-studi kasus dari seluruh dunia dibandingkan mengatakan apa yang harus dilakukan. Dia ingin melihat bagaimana program literasi keagamaan bisa diterapkan di negaranya,” lanjut Matius.
Program LKLB di Kazakhstan diadakan secara resmi oleh Committee on Religious Affairs under Kazakhstan’s Ministry of Information and Social Development (Komite Urusan Keagamaan di bawah Kementerian Informasi dan Pengembangan Sosial) serta diorganisir oleh LYNC bersama mitra masyarakat sipil setempat yaitu the Association of Religious Organizations of Kazakhstan (AROK).
“Committee on Religious Affairs adalah lembaga tertinggi dalam pemerintahan Kazakhstan yang menangani urusan agama. Acara dibuka dan ditutup oleh Yerzhan Nukezhanov, Chairman of Committee on Religious Affairs,” kata Matius.
Selain Institut Leimena, program di Kazakhstan juga melibatkan mitra-mitra termasuk Institut for Global Engagement (IGE), Faith Centre at the London School of Economics and Political Science (LSE), Caspian University Kazakhstan, dan International Religious Freedom Secretariat Washington DC. (IL/Chr)
Responsible Citizenship
in Religious Society
Ikuti update Institut Leimena