info@leimena.org    +62 811 1088 854

Civis 006/2016

Memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia sebagai Amanat Pasal 32 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

 

Amandemen terhadap UUD 1945 telah menghasilkan perubahan bermakna mengenai peran dan pengembangan kebudayaan Indonesia.

Sepanjang proses perubahan yang dilakukan dalam 4 tahapan amandemen yang berkesinambungan dari Oktober 1999 sampai dengan Agustus 2002, perubahan yang berkaitan dengan aspek kebudayaan disepakati dalam amandemen tahapan ke-2, yang berlangsung dari November 1999 sampai dengan Agustus 2000 dan dalam tahapan ke-4, yang berlangsung dari November 2001 sampai dengan Agustus 2002.

Perlu dicatat bahwa amandemen terhadap UUD 1945 adalah pelaksanaan kesepakatan seluruh komponen bangsa untuk reformasi dan demokratisasi UUD 1945. Disepakati bahwa reformasi UUD 1945 dilakukan secara konstitusional dan dengan tetap mempertahankan Pembukaan UUD 1945, bentuk negara kesatuan NKRI dan sistim pemerintahan presidensil. (MPR-RI, Risalah Tahun Sidang 1999, edisi 2010:22; Harian Republika, 29 September 1999:1).

Reformasi atas UUD 1945 dilakukan dengan cara amandemen mengikuti ketentuan Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945 dan telah menghasilkan penyempurnaan yang signifikan atas pasal-pasal UUD 1945 serta telah menghilangkan bagian Penjelasan.

Amandemen dilakukan dalam satu rangkaian 4 tahap yang berkesinambungan. Bahan-bahan yang belum dapat diselesaikan dalam satu tahap dilanjutkan dalam tahap berikutnya, sedemikian sehingga ada bagian-bagian perubahan yang baru dapat diselesaikan setelah melewati 2, 3 atau 4 masa sidang MPR.

Rangkaian sidang 4 tahap itu adalah untuk melaksanakan salah satu program MPR, yaitu untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945 yang belum dapat diselesaikan dalam satu masa sidang. Oleh karena itu, Sidang Umum MPR bulan Oktober 1999 misalnya, memutuskan untuk mengadakan sidang tahunan pada tahun 2000. Karena juga belum selesai, Sidang MPR tahun 2000 kembali memutuskan mengadakan sidang pada tahun berikutnya. Demikian selanjutnya sehingga amandemen tuntas seluruhnya tahun 2002 dan beberapa kegiatan ikutannya selesai pada tahun 2004.

Jadi sidang tahunan MPR sebenarnya diselenggarakan untuk menyelesaikan salah satu tugas MPR yaitu untuk menyelesaikan perubahan UUD 1945.

Seluruh keputusan perubahan atas UUD 1945 dapat dicapai melalui musyawarah-mufakat, kecuali mengenai penghapusan keberadaan Utusan Golongan melalui pengangkatan  di MPR yang diputuskan melalui pemungutan suara (MPR-RI, Risalah Tahun Sidang 2002, Buku ke-V, Edisi 2010:733).

Demikianlah terdapat 4 keputusan MPR tentang perubahan UUD 1945 yang terpisah-pisah. Perubahan pertama tanggal 19 Oktober 1999, perubahan kedua tanggal 18 Agustus 2000, perubahan ke-3 tanggal 9 November 2001, dan perubahan ke-4 tanggal  10 Agustus 2002. Namun semua keputusan perubahan itu adalah satu kesatuan yang utuh.

UUD 1945 setelah perubahan dalam satu naskah yang beredar, adalah kompilasi teknis tanpa opini yang dilakukan oleh Sekretariat Jenderal MPR-RI yang diperlukan untuk penggunaan praktis.

(Disampaikan pada Seminar Nasional Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, “Memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia sebagai Amanat Pasal 32 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, Jakarta, 6 September 2016)

Penulis

Drs. Jakob Tobing, MPA. President Institut Leimena; Program Doctorate – Van Vollenhoven Institute, Rechtshogeschool, Universiteit Leiden; Duta Besar RI untuk Korea Selatan (2004 – 2008); Ketua PAH I BP-MPR, Amandemen UUD 1945 (1999-2002); Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU, 1999-2002); Ketua Panitia Pemilihan Umum Indonesia (PPI, 1999); Wakil Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu, 1992); Anggota Panwaslu (1987); Anggota DPR/MPR (1968 – 1997, 1999 – 2004).

Responsible Citizenship

in Religious Society

Ikuti update Institut Leimena