✉ info@leimena.org    +62 811 1088 854
MK Online 7 Mei 2010

Pancasila Sebagai Rambu Politik Hukum Nasional

Jakarta, MK Online – Pancasila adalah nilai dasar yang menjadi rambu-rambu bagi politik hukum nasional. Nilai-nilai dasar itu kemudian melahirkan empat kaidah penuntun hukum yang harus dijadikan pedoman dalam pembangunan hukum. Empat kaidah itu meliputi, pertama hukum Indonesia harus bertujuan dan menjamin integrasi bangsa, baik secara teritorial maupun ideologis.

“Hukum di Indonesia tidak boleh memuat isi yang berpotensi menyebabkan terjadinya disintegrasi wilayah maupun ideologi. Harus dicegah munculnya produk hukum yang berpotensi memecah-belah keutuhan bangsa dan negara Indonesia,” ungkap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD dalam Ceramah ”Makna dan Implikasi Pancasila sebagai Cita Hukum Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia”, Kamis (6/5) malam di Jakarta, yang diselenggarakan Institut Leimena bekerjasama dengan Center for Indonesian Constitutional Jurisprudence dan Hanns Seidel Foundation.

Kaidah lainnya, ujar Mahfud, hukum harus bersamaan membangun demokrasi dan nomokrasi, hukum harus membangun keadilan sosial dan hukum harus membangun toleransi beragama serta berkeadaban. Dalam arti, hukum tidak boleh mengistimewakan atau mendiskriminasikan kelompok tertentu berdasar besar atau kecilnya pemeluk agama.

“Indonesia bukan negara agama yang mendasarkan pada satu agama tertentu. Indonesia juga bukan negara sekuler yang tak peduli atau hampa spirit keagamaan. Hukum negara tidak dapat mewajibkan berlakunya hukum agama. Tetapi negara harus menfasilitasi, melindungi dan menjamin keamanan jika warganya akan melaksanakan ajaran agama karena keyakinan dan kesadarannya sendiri,” papar Mahfud panjang lebar.

Dalam kesempatan itu Mahfud juga menerangkan bahwa Pancasila sebagai rechtsidee atau cita hukum berarti melihat Pancasila dari perspektif hukum, yakni sebagai dasar dan tujuan setiap hukum. Dalam dinamika kehidupan kemasyarakatan, cita hukum itu dipahami dalam fungsinya sebagai penentu arah bagi tercapainya cita-cita masyarakat.

“Meski hampir pasti diketahui bahwa titik akhir cita-cita tak mungkin dicapai sepenuhnya, namun cita hukum memberi fungsi dan manfaat positif. Cita hukum menjadi tolok ukur yang bersifat regulatif dan berfungsi sebagai dasar yang bersifat konstitutif yaitu menentukan bahwa tanpa cita hukum, maka hukum akan kehilangan makna,” tegas Mahfud.

Selain Mahfud MD, Presiden Institut Leimena Jakob Tobing hadir memberikan ceramah berjudul “Memperkokoh Sistem Hukum Nasional Melalui PerubahanUU No.10 Tahun 2004” yang dikupas secara gamblang dan lugas mengenai berbagai persoalan di dalamnya. Diantaranya, Jakob menyinggung penegasan UU No.10 Tahun 2004 bahwa Pancasila adalah sumber segala sumber hukum negara dan UUD 1945 adalah hukum tertinggi yang harus ditaati.

Acara yang dipandu oleh moderator Togu Manurung dari Institut Pertanian Bogor (IPB) itu juga dihadiri sejumlah tokoh di antaranya adalah Viveka Nanda Leimena selaku Chairman Institut Leimena, Ulrich Klingshirn sebagai Direktur Hanns Seidel Foundation dan mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan yang kesemuanya ikut memberikan sambutan pada acara tersebut.

Responsible Citizenship

in Religious Society

Ikuti update Institut Leimena

Loading...