info@leimena.org    +62 811 1088 854
IL News 007/2018

Siapa kita? Bagaimana kita sampai di sini? Mengapa kita yang beragam suku, agama, dan ras ini menjadi satu bangsa Indonesia?

Kalau sejarah Indonesia hanya dipahami berdasarkan berita dan kejadian bernuansa SARA beberapa tahun ini, kita bisa patah arang menatap masa depan bangsa ini. Narasi bangsa yang kita pahami, dan yakini, akan menentukan pandangan dan tindakan kita.

Topik ini disampaikan Matius Ho, direktur eksekutif Institut Leimena, dalam seminar kebangsaan “Damai Indonesiaku” di Universitas Kristen Petra, Surabaya, pada tanggal 27 Maret 2018.

Melalui sejarah kemajemukan bangsa Indonesia yang dipaparkan, peserta diajak merenungkan teladan-teladan apa yang kita percaya menjadi benih lahirnya bangsa yang “Bhinneka Tunggal Ika” ini. Memusuhi mereka yang berbeda (suku, agama, ras), atau menghargai kemajemukan seperti teladan Sunan Kudus di abad ke-16, yang demi menghormati budaya masyarakat saat itu, justru mendirikan Masjid Menara Kudus dengan paduan gaya candi Hindu-Budha.

Apakah kita akan membabi buta membela kepentingan kelompok sendiri atau seperti teladan Johannes Leimena di tahun 1950? Justru ketika Republik Maluku Selatan dideklarasikan di tanah kelahirannya, ia mengingatkan umat Kristen untuk tidak memisahkan diri dari masyarakat Indonesia, bahkan seharusnya menjadi warga negara Indonesia yang sejati.

Acara yang diadakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UK Petra ini, dengan ketua kegiatan Michellin Mellysa Mindra Prayogo, dilanjutkan dengan talk-showyang dipandu oleh Fanny Lesmana, M.Med.Kom., dosen ilmu komunikasi.

Responsible Citizenship

in Religious Society

Ikuti update Institut Leimena