Penampilan paduan suara di atas bukti dengan latar belakang laut di Pembukaan SR XVII PGI, Jumat (8/11). Sumber foto: PGI.or.id
IL News 022/2019
Waingapu, Sumba Timur, NTT. 11 November 2019.
Dalam rangkaian acara Sidang Raya PGI ke XVII di Waingapu, Sumba Timur, Institut Leimana terlibat dalam acara Bata Bokul Pulu Pamba yang berarti pendalaman isu dan usulan untuk pengembangan Program kerja PGI 2019-2024 dalam bidang sosial politik. Acara yang diadakan pada hari Senin, 11 November 2019 ini, merupakan kesempatan urun rembug bagi pimpinan-pimpinan gereja anggota PGI untuk mendiskusikan pergumulan penting yang dihadapi bersama dalam bidang sosial politik yang perlu menjadi perhatian PGI.
Acara ini diadakan di Gereja Kristen Sumba (GKS) Payeti cabang Prailiu. Institut Leimena mengutus Budi Hartono Setiamarga untuk menjadi salah seorang panelis sesi Sospol ini. Dua orang panelis yang lainnya adalah Pdt. Andrikus Mofu, ketua Sinode GKI Tanah Papua serta Johny Nelson Simanjuntak dari Biro Hukum dan HAM PGI. Acara ini diikuti oleh sekitar 100 orang peserta dari berbagai sinode gereja.
Dalam pemaparannya, Institut Leimena menyampaikan bahwa gereja sering risau mendengar tentang maraknya berbagai masalah di tanah air seperti misalnya politik uang, radikalisasi agama, hoaks, kemiskinan, ujaran kebencian, korupsi, intoleransi dsb. Ini semua adalah kebusukan yang sering dikritisi oleh orang Kristen.
Masalahnya, di mana garam dunia yang seharusnya mencegah kebusukan itu? Di mana posisi gereja dalam menghadapi berbagai isu sosial politik? Apakah gereja sebagai garam dunia lebih senang untuk tinggal di dalam zona nyamannya? Gereja memang perlu keluar dari zona nyamannya. Untuk itu, harus ada upaya internal dan eksternal yang harus dilakukan oleh gereja.
Upaya internal yang bisa dilakukan gereja misalnya saja pengembangan teologi politik yang kondusif yang dibarengi dengan pembinaan kader gereja yang mumpuni dalam aspek 3H (Heart, Head, dan Hand). Upaya eksternal yang bisa dilakukan gereja misalnya pembangunan jejaring di masyarakat Indonesia yang bersahabat dan inklusif, serta pembangunan keterlibatan sosial politik yang konstruktif bagi semua. Gereja perlu terlibat aktif karena masa depan Indonesia adalah masa depan umat Kristen Indonesia juga.
Selain Institut Leimena, ada dua panelis lainnya untuk bidang sosial politik ini. Yang pertama adalah Pdt. Andrikus Mofu, ketua Sinode GKI Tanah Papua, dan yang kedua adalah Johny Nelson Simanjuntak dari Biro Hukum dan HAM PGI. Dalam pemaparannya, pendeta Andrikus Mofu menjelaskan seputar pergumulan di Papua dan perlunya penanganan secepatnya untuk masa depan rakyat Papua yang damai dan sejahtera.
Pemukulan gong oleh Yasonna Laoly tanda dibukanya SR XVII PGI. Sumber foto: PGI.or.id
Persoalan Papua itu meliputi tidak hanya masalah kemanusiaan tetapi juga masalah lingkungan hidup dan berbagai masalah lainnya, seperti masalah politik Papua yang mengedepankan pendekatan keamanan dan kurang memberi penekanan pada masalah kesejahteraan rakyat. Johny Nelson Simanjuntak membahas berbagai permasalahan dalam bidang hukum yang memerlukan keterlibatan gereja dalam mencari jalan keluar bersama. Ditekankan pula bahwa gereja harus menjadi kekuatan moral bangsa Indonesia yang bisa menjadi teladan dalam kehidupan bersama sebagai bangsa indonesia.
Acara urun rembug ini mendapat sambutan yang sangat meriah dari para peserta diskusi yang ditunjukkan dari puluhan komentar, usulan, dan pertanyaan yang diajukan oleh peserta diskusi. Secara umum, adalah menjadi kerinduan bersama supaya PGI bersama-sama sinode-sinode yang tergabung di dalam PGI, untuk bisa ikut berperan serta dalam pembangunan bangsa Indonesia, khususnya di bidang sosial politik. Inilah tantangan besar bagi kehadiran umat Kristen di Indonesia yang harus dijawab bersama.
Responsible Citizenship
in Religious Society
Ikuti update Institut Leimena