info@leimena.org    +62 811 1088 854

Civis 004/2015

Kebangsaan Indonesia

 

Indonesia adalah bangsa yang termasuk paling majemuk di dunia, bangsa dengan jumlah penduduk 240 juta, terbesar ke-4 di dunia sesudah RRC, India dan Amerika Serikat. Jumlah suku sekitar 1.300 dan jumlah bahasa aktif 500-700 bahasa. Semua agama besar dunia ada di Indonesia, dimana 87% menganut agama Islam, Protestan 7%, Katolik 3%, Hindu 1,7%, Buddha 0,7% (BPS 2010). Dengan 13.446 pulau besar dan kecil, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia.

Indonesia adalah sebuah bangsa baru di dunia, yang tidak ada sebelumnya dan baru lahir melalui Sumpah Pemuda tahun 1928. Tetapi, sebuah bangsa baru yang mewarisi masyarakat masa lalu yang sangat majemuk dengan segala permasalahannya.1 Misalnya, ditengah masyarakat majemuk itu, terdapat tiga lingkungan normatif, yaitu hukum adat, hukum Islam, dan hukum positif negara (civil law), yang hidup berdampingan, dan tidak selalu cocok satu dengan lainnya.2

Tetapi, berkat kearifan para pendiri bangsa, dan dikukuhkan dalam sumpah Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa Persatuan, Indonesia, kebangsaan Indonesia lahir menjelma sebagai sebuah kebangsaan tipe demos, yaitu kesatuan dari masyarakat majemuk yang dipersatukan oleh jiwa dan semangat kebersamaan dan kesetaraan untuk mencapai cita-cita dan impian bersama. Kebangsaan ini sangat berbeda dengan kebangsaan tipe etnos, yang berdasarkan pengelompokan kesamaan agama atau suku yang berbeda, yang cenderung mengandung pendekatan majoritas-minoritas dan penguasaan yang besar atas yang kecil.

Disamping itu, bangsa Indonesia berhasil menggali kearifan Nusantara dan menyepakati dasar kehidupan bernegara Pancasila yang mengayomi seluruh rakyat yang sangat majemuk itu. Selanjutnya, bangsa demos yang amat majemuk itu, bersatu dalam dasar Pancasila dan menyepakati bentuk negara kesatuan sebagai rumah besar bersama.

Cara pandang kebangsaan seperti ini amat penting dan harus terus dipelihara dan dipupuk, karena wawasan seperti ini amat menentukan eksistensi sebuah bangsa.3

Demikianlah, negara kita yang secara phisik geografis terpencar dalam ribuan pulau-pulau  dan secara kemasyarakatan amat majemuk itu, berhasil melewati masa reformasi dan transformasi dari otoritarianisme ke demokrasi dengan selamat, bahkan lebih kuat dibanding sebelumnya yang rentan pergolakan ketidak-puasan daerah dan tuntutan merdeka dibeberapa wilayah.4 Banyak negara lain, seperti Rusia, Yugoslavia dan Cekoslowaki misalnya, tidak berhasil melewati proses itu dengan selamat. Masing-masing mereka terpecah menjadi beberapa negara merdeka.

Sebelum reformasi, Indonesia adalah negara non-demokrasi terbesar ke-2 di dunia setelah RRC. Sekarang, kita adalah negara demokrasi terbesar ke-3 di dunia setelah India dan Amerika Serikat. Demokrasi kita bukanlah sekedar nama, tetapi secara substantif adalah benar-benar demokrasi. Pemilihan wakil-wakil rakyat (4 kali) dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden telah 3 kali dilakukan melalui pemilihan umum yang berkala 5 tahunan dan diakui dunia sebagai pemilu yang bebas, jujur dan transparan.

Indonesia adalah negara dengan masyarakat Muslim terbesar di dunia, sehingga menjadi perhatian dan contoh bagaimana Islam, kemajemukan dan demokrasi dapat berjalan bersama.

Indonesia dianggap berhasil melakukan perubahan yang sangat mendasar dengan cara yang ajaib.5Bahkan ada yang menilai bahwa capaian negara dengan penduduk beragama Islam terbesar didunia sebagai keajaiban demokratisasi6, sehingga telah menjadi perhatian khusus ahli-ahli demokratisasi.7Demokratisasi terhadap UUD 1945, dengan segala kekurangannya, dinilai sebagai sebuah capaian yang mengesankan.8

Sebagaimana pada fase-fase lainnya, OKI amat berperan dalam proses yang amat kritis itu. Sebagai contoh, Johannes Leimena berperan penting dalam menyelenggarakan Kongres Pemuda 1928, dalam perundingan dengan Belanda untuk pengakuan kedaulatan Indonesia dan beberapa kali menjadi Pejabat Presiden Republik Indonesia. Alexander Andries Maramis berperan besar dalam perumusan Pembukaan dan UUD 1945. Tahi Bonar Simatupang berperan penting dalam perang kemerdekaan, membangun TNI dan dalam perundingan dengan Belanda untuk pengakuan kedaulatan dengan Belanda. Dan banyak lagi.

(Bersambung,  Demokrasi kita demokrasi konstitusional)

 

1. Eka Darmaputera, Pancasila and the Search for Identity and Modernity in Indonesian Society, A Cultural and Ethical Analysis, disertasi PhD, pada The Faculty of The Joint Graduate Program, Boston College and Andover Newton Theological School, Newton Centre, Massachusetts, 1982; hal. 28.

2. Jan Michiels Otto, Sharia and National Law in Indonesia, in Sharia Incorporated, A Comparative Overview Of The Legal Systems Of Twelve Muslim Countries In Past And Present, Jan Michiels Otto (ed.), Leiden University Press, 2010, pp. 440-441.

3. Modal inilah yang kelihatannya tidak dimiliki oleh bangsa Mesir atau bangsa Myanmar misalnya, sehingga kesulitan melakukan reformasi.

4. Amandemen UUD 1945 dilakukan dalam 4 tahap. Tahap I dilakukan tgl 1 s/d 14 Oktoer 1999, dipersiapkan oleh PAH (Panitia Ad-Hoc) III. Amandemen tahap 2, 3 dan 4 dilakukan oleh PAH I dari November 1999 s/d Desember 2002. PAH III diketuai Harun Kamil SH, PAH I diketuai oleh drs. Jakob Tobing, MPA.

5. R.E. Elson, The Idea of Indonesia. A History, Cambridge University Press, 2008, hal. 294.

6. Mirjam Kunkler dan Alfred Stephan, Indonesian Democratization in Theoretical Perspective, dalam Mirjam Kunkler and Alfred Stephan (eds.), Democracy and Islam in Indonesia, Columbia University Press, New York, 2013, hal. 1.

7. Alfred Stephan, Religion, Democracy, and the Twin Tolerations, dalam Larry Diamond et.al. (ed.), World Religions and Democarcy, The John Hopkins University Press, Baltimore, 2005, hal. 

8. Adnan Buyung Nasution, Pikiran dan Gagasan Demokrasi Konstitusional, Penerbit Buku Kompas, 2010, hal. 103.

 

(Disampaikan dalam Forum Strategis: Gereja dan Politik, Jakarta, 11 Februari 2015)

Penulis

Drs. Jakob Tobing, MPA. President Institut Leimena; Program Doctorate – Van Vollenhoven Institute, Rechtshogeschool, Universiteit Leiden; Duta Besar RI untuk Korea Selatan (2004 – 2008); Ketua PAH I BP-MPR, Amandemen UUD 1945 (1999-2002); Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU, 1999-2002); Ketua Panitia Pemilihan Umum Indonesia (PPI, 1999); Wakil Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu, 1992); Anggota Panwaslu (1987); Anggota DPR/MPR (1968 – 1997, 1999 – 2004).

Responsible Citizenship

in Religious Society

Ikuti update Institut Leimena