Tahun 2045, Indonesia Harus Jadi Negara Besar
[JAKARTA] Pembangunan Indonesia ke depan merupakan parameter kepemimpinan untuk Pemilu 2014. Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden diharapkan memiliki visi yang tepat dalam pembangunan Indonesia ke depan. Sehingga Indonesia mampu bertahan dan menjadi negara besar pada peringatan 100 tahun Indonesia merdeka pada tahun 2045. “Pembangunan seperti apa untuk Indonesia menjadi parameter sosok pemimpin seperti apa untuk Indonesia pada 2014,” kata Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wan-timpres) Emil Salim ketika memberi ceramah pada acara “TB Simattipang Memorial Lecture” dengan tema ” Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila” yang digelar Leimena Institute, di Jakarta, Senin (12/11).
Dalam ceramahnya, dia memaparkan mengenai pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila yang digagas oleh TB Simatupang, tokoh militer clan tokoh perjuangan Indonesia. Menurut Emil, pembangunan nasional yang digagas oleh TB Simatupang harus mengandung nilai-nilai Pancasila secara penuh melalui jalur ekonomi. Dengan Pancasila, diharapkan pembangunan yang terjadi mengedepankan kualitas ketimbang kuantitatif. Indonesia, kata Emil, harus mampu bertahan dan menjadi negara besar pada peringatan 100 tahun Indonesia merdeka pada tahun 2045. Dengan demikian, pembangunan manusia juga harus difokuskan dari sekarang. “Sampai 2045 Indonesia baru bertahan sebagai suatu bangsa. Pokok pembinaan adalah pembangunan manusia, jalur pembangunan adalah ekonomi. Tetapi, yang berkesesuaian keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan yang sesuai dengan lima pasal Pancasila. Ini pembangunan Indonesia secara utuh,” ujamya.
Mantan Ketua Umum PP Muhamadiyah, Buya Syafii Maarif menerangkan, TB Simatupang memandang Panca-sila sebagai dasar pembangunan serupa dengan Mohammad Hatta yakni, konsisten. Namun, dia menilai, sejak awal proklamasi penerapan sila kelima Pancasila tidak berjalan. “Persoalannya sekarang kalau dulu kita melawan Belanda dalam penjajahan, tetapi jangan lupa bahwa warisan kolonial ada pada ‘londo-londo ireng’ maka, tahun 2014 barns ada kriteria kalau tidak habis kita. Sekarang semua dikuasai oleh asing, siapa yang menguasai pertambangan? kita ini merdeka tetapi tidak terasa,” jelasnya.
Mantan Gubernur Bank Indonesia (131) Adrianus Mooy mengatakan, TB Simatupang sebagai pemikir menggagas kemerdekaan harus diisi dengan berpegangan pada Pancasila. Salah satunya adalah, pembangunan sebagai pengamalan Pancasila. “Ada dua dimensi, yaitu dimensi kuantitas dan kualitas. Jadi kalau kita lihat itu adalah tujuannya bagaimana membangun dengan mencerminkan unsur-unsur sila-sila dari Pancasila. Maka jelas apa yang diamanatkan memakan waktu. Strateginya diperlukan agar secara bertahap mencapai tujuan. Strategi itu ditentukan dari keadaan awal,” katanya.
Mati Suri
Tokoh Nandlatul Ulama (NU) Salahuddin Wahid berpandangan, Pancasila sebagai ideologi Negara sekarang ini sedang mati suri. Pancasila terabaikan dalam kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Negara. Padahal, kelima sila dalam Pancasila harusnya dijadikan pijakan. “Pancasila harus diperjuangkan dalam tataran yang konkret, menjadi acuan bagi penyelenggara dan warga negara. Kalau Negara tidak pancasilais, yang paling awal menderita adalah rakyat,” katanya.
Dia menilai, sejumlah undang-undang (UU) menjadi produk kedzaliman yang men-jadi penyebab kemerosotan perekonomian rakyat. Antara lain. UU No 3/2004 tentang 131 yang mengabaikan rakyat kecil, UU 25/2007 tentang Penanaman Modal yang memanjakan investor luar negeri, UU No 22/2001 tentang Migas yang menyisihkan masyarakat daerah setempat.
Kemudian, UU No 4/2009 tentang SDA yang bernuansa privatisasi, dan anti partisipasi, serta UU No 20/2003 tentang Pendidikan Nasional yang bersifat liberal dan komersil. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai, inti dari Pancasila adalah sila kelima yang menitikberatkan pada kesejahteraan rakyat. Penerimaan Pancasila sebagai ideologi bangsa bersifat final. Namun sayangnya, pada tataran penerapan dan pelaksanaannya masih menjadi persoalan. Mantan menteri Perindustrian dan Perdagangan Luhut Binsar Pan jaitan mengatakan, pemerataan ekonomi sebagaimana ketentuan sila kelima dari Pancasila belum terjadi. Hal itu terlihat dari banyaknya konflik-konflik di daerah yang dilatarbelakangi oleh kesenjangan antara yang kaya dengan yang miskin.
Begitu juga dengan penegakan hukum yang menurutnya menjadi persoalan besar sekarang ini. “Hukum tidak jalan, ini masalah paling besar di republik ini. Kalau ini tidak jalan bagaimana dengan pemerataan, keadilan, dan kesejahteraan. Ini yang menurut hemat saya perlu diperhatikan,” ungkapnya. [E-11]
Responsible Citizenship
in Religious Society
Ikuti update Institut Leimena