info@leimena.org    +62 811 1088 854

Direktur Eksekutif Institut Leimena Matius Ho, Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. Nasaruddin Umar, G20 Analyst dan Co-founder Indonesian Youth Diplomacy (IYD) Gracia Paramitha, Ph.D., dan Executive Director Institute of Politics, University of Chicago, Zeenat Rahman.

IL News 017/2022

Jakarta – Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober menjadi bukti kegeniusan dan kebesaran hati para pemuda Indonesia untuk mengutamakan persatuan. Alih-alih terjebak taktik penjajah divide et impera, para pemuda dari berbagai suku, ras, dan agama justru berinisiatif mengikrarkan persatuan dalam Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 di Batavia.

“Inilah kegeniusan visi dan kebesaran hati para pemuda dan pemudi yang berkumpul di Kongres Pemuda 1928 tersebut. Sementara, para elite pimpinan yang lebih senior seringkali terjebak dalam politik identitas dan kepentingan sempit,” kata Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, dalam webinar internasional bertajuk “Sumpah Pemuda dan Literasi Keagamaan Lintas Budaya: Merekat Perbedaan, Menjalin Kemanusiaan”, Rabu (26/10/2022) malam.

Webinar internasional yang diselenggarakan oleh Masjid Istiqlal dan Institut Leimena serta didukung oleh Templeton Religion Trust ini dihadiri sedikitnya 1.300 orang lewat Zoom.

Matius mengatakan Sumpah Pemuda menjadi tonggak sejarah penting bagi kemerdekaan Indonesia dimana para pemuda hadir mewakili organisasi suku/daerah. Uniknya, meski tidak meninggalkan identitas suku dan agama mereka, tetapi para pemuda bersepakat menghargai perbedaan dan mendahulukan kepentingan bersama.

“Ada identitas bersama yang menjadi titik temu bagi mereka untuk bersatu dan bekerja sama,” kata Matius.

Menurut Matius, kemajemukan Indonesia bisa menjadi aset sekaligus potensi polarisasi dan perpecahan yang serius. “Politik identitas di Indonesia bukanlah hal baru, tapi ibarat penyakit yang semakin berkembang di musim-musim tertentu, salah satunya ketika ada agenda-agenda politik besar. Saat ini, kita tengah menyongsong pemilihan legislatif dan presiden tahun 2024,” ujarnya.

Sementara itu, Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. Nasaruddin Umar, mengatakan Sumpah Pemuda tidak terlahir dari ruang kosong. Kesepakatan para pemuda Indonesia untuk bersatu adalah perwujudan dari budaya maritim Indonesia sebagaimana disampaikan sejarawan Prancis yang meneliti kebudayaan Indonesia, Denys Lombard.

Nasaruddin mengatakan masyarakat maritim memiliki filosofi kepemilikan bersama untuk tiga hal yaitu pantai, sungai (air tawar), dan api. Tidak ada satu kelompok/etnis yang berhak memonopoli ketiganya, sehingga tidak heran Indonesia menjadi “Jalur Sutera” yaitu jalur perdagangan internasional kuno dari peradaban Tiongkok.

“Itulah sebabnya Sumpah Pemuda menjadi gampang karena budaya dasarnya adalah budaya maritim dengan filosofi pantai, sungai, dan api sebagai pemersatu bangsa,” kata Nasaruddin.

Nasaruddin mengatakan Indonesia sebagai negara maritim, menganut konsep nasionalisme terbuka yang tidak melebur ideologi atau nilai-nilai asing termasuk agama menjadi satu, sebaliknya mengelaborasi nilai-nilai tersebut. Itulah sebabnya, lahir Sumpah Pemuda, termasuk ideologi Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

“Pancasila tampil bukan sebagai agama, tapi kekhususan bangsa Indonesia yang bisa membingkai perbedaan-perbedaan yang ada menjadi bingkai keindonesiaan di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Nasaruddin.

Gracia Paramitha, Ph.D. dalam paparannya menyatakan bahwa Sumpah Pemuda tahun 1928 menjadi inspirasi para pemuda/pemudi mendeklarasikan Sumpah Pemuda 2.0 di Bandung pada 2012.

G20 Analyst dan Co-founder Indonesian Youth Diplomacy (IYD), Gracia Paramitha, Ph.D., mengatakan generasi muda dalam konteks Indonesia masa kini dan global memiliki peran besar membawa semangat Sumpah Pemuda untuk menginspirasi pembangunan modern. Menurutnya, era teknologi bisa memicu kreativitas pemuda untuk untuk membuat inovasi dan terobosan baru.

Di sisi lain, Gracia mengingatkan para pemuda agar mewaspadai ancaman kekinian seperti stereotip, keinginan berlebihan untuk menunjukkan jati diri, dan disinformasi yang masif.

“Makna Sumpah Pemuda sebenarnya kuncinya adalah persatuan. Artinya, sebelum menjunjung tinggi identitas diri, maka kita perlu menjunjung tinggi kebersamaan. Spirit of togetherness, bagaimana kita bersama-sama mengesampingkan ego, identitas kita, dan mengelola perbedaan,” kata Gracia yang juga penggagas Y20 Award 2022.

Finalis Y20 Award 2022 dan Ketua OSIS SMA Regina Pacis Surakarta, BRAj. Gayatri Kusumawardhani.

Belajar Arti Toleransi

Dalam merefleksikan Hari Sumpah Pemuda, BRAj. Gayatri Kusumawardhani, tokoh muda berprestasi yang merupakan Finalis Y20 Award 2022, mengatakan semangat persatuan harus senantiasa diutamakan di tengah kemajemukan Indonesia.

Gayatri saat ini menjabat Ketua OSIS SMA Regina Pacis Surakarta dan sedang berada di Amerika Serikat sebagai penerima beasiswa Kennedy-Lugar Youth Exchange and Study (YES) Program. Dia mengungkapkan pengalamannya sebagai minoritas bahkan “pemimpin Muslim” di sekolah Katolik memberikan pelajaran berharga untuk melihat sudut pandang orang lain dan menilai tinggi keberagaman. Gayatri berasal dari lingkungan keluarga Keraton Solo yang kental dengan kebudayaan keraton, namun keluarganya selalu mengedepankan nilai-nilai keterbukaan.

“Pengalaman saya hampir satu tahun menjabat ketua OSIS di sekolah Katolik sebagai seorang Muslim, saya betul-betul belajar apa itu artinya memahami dan apa itu arti toleransi,” ujarnya.

Gayatri bersama OSIS SMA Regina Pacis Surakarta telah menginisiasi berdirinya Rumah Baca Nawala sejak September 2021 di halaman Balai Kota Surakarta. Proyek yang terpilih sebagai finalis Y20 Award 2022 itu bermisi menjembatani kesenjangan literasi di Surakarta.

Y20 Award 2022 adalah pengakuan khusus bagi para pemimpin muda (baik individu maupun kelompok) di negara-negara G20 dan di luarnya karena telah berkarya lewat proyek/program salah satunya keragaman. Penghargaan ini merupakan program baru yang diselenggarakan oleh Kepresidenan Indonesia Y20 2022.

“Saya berusaha untuk selalu berangkat dengan semangat persatuan. Dengan semangat persatuan, saya mengesampingkan yang menjadi akar masalah perpecahan yaitu prejudice (prasangka), asumsi, dan stereotip, sebaliknya mengedepankan keterbukaan atas perbedaan,” kata Gayatri.

Gayatri sempat terdiam ketika Pembina OSIS di SMA Regina Pacis Surakarta menawarkannya posisi calon ketua OSIS. Menurutnya, hal tersebut tidak biasa karena dia adalah seorang Muslim, namun kini dia semakin memahami Bhinneka Tunggal Ika sebagai kekuatan Indonesia.

“Menjadi pemimpin Muslim di sekolah Katolik, saya belajar bahwa unity is our strength and diversity is our power atau dikenal Bhinneka Tunggal Ika,” ujarnya.

Menavigasi Perbedaan

Executive Director, Institute of Politics, University of Chicago, Zeenat Rahman, mengatakan pengalamannya bekerja dalam pemerintahan, organisasi nirlaba, sampai akademisi, menunjukkan pentingnya keterampilan untuk menavigasi perbedaan dan memiliki literasi tentang orang lain yang berbeda dengan kita. Zeenat, yang pernah tiga kali mengunjungi Indonesia, mengaku merasa kagum dengan keindahan keberagaman budaya Indonesia yang melebur menjadi satu demokrasi pluralistik.

“Saya menghabiskan banyak waktu untuk fokus bagaimana kita bisa hidup bersama, bagaimana suatu demokrasi multietnik, multireligi, multibahasa bisa hidup bersama melalui lensa pluralisme,” kata Zeenat.

Mantan penasihat khusus urusan pemuda global untuk dua menteri luar negeri AS, Hillary Clinton dan John Kerry, itu menambahkan dalam pengalamannya mendidik anak-anak muda, perangkat Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) dibutuhkan untuk membentuk pemimpin publik dan politik.

“Bagi saya, LKLB menjadi suatu keterampilan praktis. Bukan kita berusaha meyakinkan orang-orang menjadikan seseorang Islam, misalnya, tapi bagaimana kita berinteraksi dengan rasa hormat dan bekerja sama dalam masyarakat,” ujar Zeenat.

Kabid Pendidikan dan Pelatihan Masjid Istiqlal, Dr. Faried F Saenong, Finalis Y20 Awards 2022 dari Pakistan, Faisal Ilyas, dan moderator Karim Bakri.

Finalis Y20 Awards 2022 dari Pakistan, Faisal Ilyas, mengatakan Pakistan menghadapi banyak tantangan seperti pengangguran, nutrisi rendah, kekerasan, ekstremisme, dan terakhir bencana banjir besar. “Orang-orang muda memainkan peran sangat penting untuk menyelamatkan orang-orang yang terdampak,” katanya.

Kabid Pendidikan dan Pelatihan Masjid Istiqlal, Dr. Faried F Saenong, mengatakan tiga nilai inti dalam Sumpah Pemuda adalah inklusivitas, konektivitas, dan kontra kolonialisme. (IL/Chr)

Anda juga bisa menyaksikan tayangan Webinar “Sumpah Pemuda dan Literasi Keagamaan Lintas Budaya: Merekat Perbedaan, Menjalin Kemanusiaan” pada tautan di bawah ini:

Responsible Citizenship

in Religious Society

Ikuti update Institut Leimena