Civis 001/2015
Pasal 37 UUD 1945 mengatur tata-cara perubahan UUD 1945. Ayatnya yang ke-5 menegaskan bahwa: “Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.”
Pada waktu UUD 1945 diresmikan tanggal 18 Agustus 1945, ditegaskan bahwa “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik” (Pasal 1 ayat (1) UUD 1945). Tanggal 27 Desember 1949, sebagai keputusan perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 dengan penjajah Belanda dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg – Majelis Musyawarah Federal), Indonesia pernah (terpaksa) menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS), yang terdiri atas 7 negara bagian dan 9 wilayah otonom.
NKRI dikecilkan menjadi hanya salah satu negara bagian disamping misalnya negara-negara Pasundan, Indonesia Timur, Sumatera Timur, dan Madura. Wilayah NKRIpun hanya meliputi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tetapi RIS hanya bisa bertahan sebentar karena desakan masyarakat umum dan juga dorongan dari negara-negara bagian RIS itu sendiri. RIS dan negara bagian dibubarkan pada 17 Agustus 1950. NKRI kembali berdiri dengan wilayah yang meliputi Sabang sampai Merauke (walaupun waktu itu Irian Barat masih dikuasai Belanda).
Sejarah Indonesia juga mencatat pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Gerakan Aceh Medeka (GAM), dan Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
Dalam proses amandemen UUD 1945 tahun 1999-2002 yang lalu, juga dibahas usul dari sekelompok kecil masyarakat untuk mengubah Indonesia dari negara kesatuan menjadi negara serikat. Tetapi upaya-upaya itu tidak memperoleh dukungan yang berarti dan tidak diterima.
Dari catatan ringkas itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara kesatuan amat penting dalam eksistensi Indonesia. Bentuk ini didukung oleh umumnya orang Indonesia meskipun (pernah) ada pihak yang tidak setuju.
(Bersambung)
Penulis
Drs. Jakob Tobing, MPA. President Institut Leimena; Program Doctorate – Van Vollenhoven Institute, Rechtshogeschool, Universiteit Leiden; Duta Besar RI untuk Korea Selatan (2004 – 2008); Ketua PAH I BP-MPR, Amandemen UUD 1945 (1999-2002); Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU, 1999-2002); Ketua Panitia Pemilihan Umum Indonesia (PPI, 1999); Wakil Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu, 1992); Anggota Panwaslu (1987); Anggota DPR/MPR (1968 – 1997, 1999 – 2004).
Responsible Citizenship
in Religious Society
Ikuti update Institut Leimena