info@leimena.org    +62 811 1088 854
IL News 025/2017

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) bekerjasama dengan Institut Leimena menyelenggarakan kegiatan “Sosialisasi Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Pimpinan dan Anggota Organisasi Kepemudaan Lintas Agama dan Kepercayaan”.

Acara ini dilaksanakan di Pusdiklat MK Cisarua, pada tanggal 02-06 Oktober 2017. Selain di Cisarua, acara ini juga dilaksanakan di 10 kota besar di Indonesia melalui video conference. Kota tersebut adalah Bengkulu, Kendari, Purwekorto, Mataram, Gorontalo, Manado, Banda Aceh, Bangkalan-Madura, Jayapura dan Tarakan

Kegiatan ini dilakukan pada hari keempat, tanggal 05 Oktober 2017 pukul 07.30-15.00 WIB. Ada 3 sesi yang disampaikan. Sesi Pertama adalah “Pengalaman Melayani Bangsa” oleh Alwi Shihab,Ph.D. Sesi Kedua adalah “Sistem Penyelenggaraan Negara menurut Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945” oleh Dr. Janedjri M Gaffar, M.Si. Sesi ketiga adalah “Jaminan Hak Konstitusional Warga Negara Menurut UUD NKRI Tahun 1945” oleh Dr. Fajar Laksono, S,Sos, M.H.

Peserta mengikuti setiap pemaparan oleh narasumber dengan baik. Baik peserta di Pusdiklat MK RI di Bogor maupun peserta di 10 kota lainnya sangat antusias pada sesi tanya jawab. Setiap sesi terdiri dari sejam penjelasan oleh narasumber dan sejam untuk diskusi. Peserta di luar kota diberi kesempata untuk bertanya, dimulai dari Indonesia Barat, ke Indonesia tengah kemudian Indonesia Timur.

Ket : Peserta Video Conference dari Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo.

Kesempatan besar untuk bertanya diberikan kepada peserta di luar Jakarta. Selebihnya,  peserta di Pusdiklat yang mengajukan pertanyaan. Dari Bogor, Jawa Barat, Institut Leimena menjadi fasilitator dan moderator antara penanggung jawab lapangan di sepuluh kota tersebut.

Di termin pertama, ada empat fakultas hukum dari Bengkulu, Syiah Kuala, Borneo dan Gorontalo yang mengajukan pertanyaan di sesi yang dibawakan Alwi Shibab. Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan dari peserta Video Conference (ViCon) :

Ilham Muttahari  (peserta video conference dari Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala )

Bagaimana cara menyelesaikan konflik yang diakibatkan keberagaman, dan apa sebenarnya solusi konkrit dari para akademisi untuk menanggulangi permasalahan tersebut?”

Ari Yoga Pasambuna (peserta video conference dari Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo)

“Bagaimana pandangan Bapak tentang putusan Mahkamah Konstitusi mengenai penolakan UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama?

Di termin kedua, fakultas hukum dari enam kota lainnya mengajukan pertanyaan di sesi yang dibawakan Dr. Janedjri M. Gaffar.

Daniel Aritonang (peserta video conference dari Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

“Sempat muncul asumsi dari pemateri (Dr.Janedjri M Gaffar) bahwa masa jabatan Presiden pada masa Soeharto tidak bisa disalahkan begitu saja, melainkan penyebabnya adalah multitafsir dari UUD pada masa tersebut. Pertanyaan, asumsi masyarakat menjadi banyak mengapa seorang Presiden bisa mencalonkan berkali-kali. Bagaimana solusi yang Bapak tawarkan dari asumsi tersebut?”

Berikut jawaban dari Dr. Janedjri M. Gaffar :

Apabila kita mempelajari UUD 1945, naskah asli. Disitu ditegaskan bahwa masa presiden adalah 5 tahun. Ini rumusan norma yang tercantum UUD 1945 naskah asli. Dengan rumusan norma semacam ini, maka menurut pendapat saya. Presiden Soeharto tidak disalahkan berkali-kali. Karena rumusannyalah  yang multitafsir. Berdasar itulah, maka perubahan UUD dilakukan,” papar Janedjri.

Para peserta dari berbagai daerah di Indonesia begitu semangat mengikuti sosialisasi melalui Vicon. Hal ini terlihat dari banyaknya peserta yang ingin mengajukan pertanyaan dan melambaikan tangan ke arah monitor.

Ket : para peserta Video Conference dari Fakultas Hukum Universitas Cendrawasih

Beberapa dari mereka juga menyampaikan ucapan terimakasih dan puas terhadap jawaban dari pemateri yang berkompetensi dan berpengalaman di bidangnya. Di akhir kegiatan, tak lupa para peserta Vi-Con mengabdikan momen tersebut dengan foto bersama.

Responsible Citizenship

in Religious Society

Ikuti update Institut Leimena