Civis Vol. 3, No. 1, Jul 2011
Asas-Asas Undang-Undang Organisasi Masyarakat
UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menetapkan dalam Pasal 5 tentang asas yang harus ada dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik (legal form), dan dalam Pasal 6 mengatur asas-asas materil dalam peraturan perundang-undangan (legal substance) yaitu asas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhineka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Terdapat perbedaan yang prinsipil antara ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6, khususnya mengenai kekuatan daya paksanya. Dengan menggunakan kata ’harus’, Pasal 5 mengharuskan penerapan asas pembentukan secara kumulatif tanpa alternatif penerapan asas lain. Sedangkan penerapan kumulatif Pasal 6 tidak bersifat mutlak. Selain Pasal 6 ayat (1) tidak memakai kata ’harus’, Pasal 6 ayat (2) mengatakan ”Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan”. Hal ini memungkinkan perluasan dan penerapan asas-asas lain dalam materi suatu peraturan perundang-undangan.
Di atas semua asas-asas ini, Undang -undang No. 10 tahun 2004 secara khusus menegaskan dua hal terpenting yang harus terkandung dalam setiap peraturan perundang-undangan, yaitu Pancasila sebagai ” sumber dari segala sumber hukum negara” dan UUD 45 sebagai hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, setiap peraturan perundang-undangan harus mencerminkan nila-nilai dan asas yang terkandung dalam Pancasila, serta harus disusun berdasarkan dan berlandaskan UUD 45. Memang tidak mudah untuk mengimplementasikan dan menterjemahkan nilai-nilai Pancasila ke dalam ketentuan-ketentuan normatif peraturan perundang-undangan. Dalam hal Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat (Ormas), selain Pancasila sebagai asas utama dan asas-asas di atas, beberapa asas penting lainnya juga dibutuhkan, misalnya asas kepastian hukum, asas keterbukaan, asas perlakuan yang sama (non diskriminasi), asas manfaat, dan asas independensi (kemandirian).
1. Asas Kepastian Hukum.
Guna memberikan kepastian hukum, undang-undang Ormas harus merumuskan secara lengkap dan jelas hal-hal yang terkait organisasi masyarakat, termasuk proses pembentukan, pendaftaran, pembinaan, pengawasan, pembekuan dan pembubaran, status hukum, keanggotaan, hak dan kewajiban, serta kewenangan pemerintah. Tidak boleh ada ruang bagi multi interpretasi, ketentuan yang berlaku surut atau yang mereduksi hak warga negara. Undang-undang ini juga harus membatasi pemberian kewenangan bagi pemerintah membuat keputusan atas hal-hal yang belum jelas pengaturannya atau yang belum ada peraturan pelaksananya. Bagi yang memerlukan peraturan pelaksana, perlu diberikan batas waktu kapan harus dikeluarkannya, serta bagaimana pelaksanaan undang-undang ini apabila peraturan pelaksana tersebut belum keluar dalam batas waktu yang telah ditentukan. Demi kepastian hukum bagi kelangsungan suatu ormas, hak perlawanan masyarakat yang dirugikan oleh tindakan ormas juga perlu diatur.
Dalam hal penegakan hukum, undang-undang ini juga harus memberikan landasan yang jelas bagi penyelesaian permasalahan hukum terkait keberadaan dan aktivitas ormas, baik yang bersifat internal, maupun eksternal dalam hubungannya dengan pemerintah, warga negara, dan masyarakat umum sebagai pemangku kepentingan.
2. Asas Keterbukaan.
Undang undang ini menentukan bahwa dalam pembentukan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksananya harus menganut asas keterbukaan (transparent) di mana setiap warga Negara/ kelompok masyarakat berhak mendapatkan kesempatan dan akses yang sama dan seluas luasnya untuk menyalurkan aspirasi dan pendapat pribadinya atau kelompoknya untuk memberikan masukan dalam prosesnya. Demikian pula dalam membentuk dan mendirikan organisasi masyarakat, warga dapat mewujudkan keinginannya dalam membentuk dan mendirikan dan menjalankan organisasi kemasyarakatan yang sesuai dengan maksud dan tujuannya Karena itu undang undang ini harus menjamin sepenuhnya prinsip keterbukaan (transparent) itu, yang berarti bahwa pembentukan organisasi kemasyarakatan dilaksanakan untuk dapat dipergunakan oleh orang banyak untuk membentuk dan mendirikan organisasi kemasyarakatan. Asas keterbukaan dalam undang-undang ini harus mengatur dengan jelas keterbukaan tersebut dalam proses pembentukan dan pelaksanaannya.
3. Asas Perlakuan Yang Sama (Non diskriminasi).
Undang-undang ini harus memuat di dalamnya asas perlakuan yang sama terhadap semua kelompok masyarakat atau organisasi kemasyarakatan, ketentuannya harus berlaku umum kepada seluruh masyarakat tanpa ada ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku untuk kelompok tertentu dengan latar belakang organisasi kemasyarakatan tertentu seperti suku, ras, agama, golongan, partai dan lain sebagainya. Setiap organisasi masyarakat mempunyai kedudukan yang sama dan berhak untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum. Setiap peraturan atau setiap tindakan pemerintah baik yang berupa teguran, sanksi maupun tindakan lain yang berupa bantuan, kemudahan, fasilitas yang diberikan, harus diberikan dengan berlandaskan aturan yang berlaku dan dengan syarat dan ketentuan yang baku. Sejalan dengan itu maka undang undang ini harus dilengkapi dengan ketentuan ketentuan yang dengan tegas menutup adanya celah (loop hole) penggunaan kewenangan diskresi yang dapat dipergunakan oleh instansi pemerintah terkait dengan tindakan yang bersifat diskriminatif. Termasuk juga dalam hal ini perlakuan terhadap organisasi kemasyarakatan yang menyimpang dari maksud dan tujuannya dan yang telah melanggar peraturan perundang-undangan, semua itu harus diproses dan ditindak berdasarkan hukum yang berlaku.
4. Asas Manfaat.
Undang undang ini harus mengatur dengan jelas dan tegas serta mengamanatkan bahwa setiap pembentukan dan pendirian organisasi kemasyarakatan harus mempunyai tujuan yang dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi organisasi kemasyarakatan tersebut dan juga bagi masyarakat, negara dan pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu maka setiap organisasi kemasyarakatan yang tidak memberi manfaat kepada organisasi kemasyarakatan atau bagi masyarakat banyak dapat dievaluasi keberadaannya. Apabila keberadaannya bahkan merugikan masyarakat banyak maka pemerintah wajib segera dengan tegas mengambil langkah konkrit untuk menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
5. Asas Independensi/Kemandirian.
Undang-undang ini harus menganut di dalamnya asas independensi/ kemandirian bagi eksistensi organisasi kemasyarakatan, di mana setiap organisasi kemasyarakatan baik dalam proses maupun setelah pembentukannya, dibentuk secara murni untuk tujuan mencapai maksud dan tujuan serta kepentingan organisasi kemasyarakatan tersebut. Undang undang ini harus melarang dengan tegas penyelewengan tujuan organisasi kemasyarakatan untuk tujuan dan kepentingan pihak-pihak tertentu sehingga menghilangkan sifat kemandirian organisasi kemasyarakatan tersebut. Demikian pula harus dilarang secara tegas, ketentuan ketentuan yang memberikan kesempatan bagi pemerintah atau pihak lainnya untuk campur-tangan, memberikan pengarahan, pengaruh, baik dalam proses pembentukan maupun setelah pembentukan suatu organisasi kemasyarakatan baik melalui mekanisme pembinaan, bantuan, fasilitas dan lain-lain, yang dapat mengurangi atau menghilangkan kemandirian suatu organisasi kemasyarakatan.
Penulis
Donald Sibarani, S.H. adalah pengacara dan pemerhati masalah hukum.