✉ info@leimena.org    +62 811 1088 854

Para peserta “2024 Parliamentarians Regional Conference in Southeast Asia: on Promoting and Protecting Freedom of Religion or Belief (FoRB)” di Jakarta.

Jakarta, IL News – Institut Leimena hadir sebagai salah satu peserta dalam pertemuan bertajuk “2024 Parliamentarians Regional Conference in Southeast Asia: on Promoting and Protecting Freedom of Religion or Belief (FoRB)” yang diadakan oleh Parlemen ASEAN untuk HAM (ASEAN Parliamentarians for Human Rights/APHR). Konferensi tersebut diadakan APHR bersama Panel Parlementer Internasional untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (International Panel of Parliamentarians for Freedom of Religion or Belief/IPPFoRB) pada 24-25 Agustus 2024.

Parlemen ASEAN untuk HAM (ASEAN Parliamentarians for Human Rights/APHR) menyerukan komitmen bersama untuk memperkuat toleransi dan kohesi sosial melalui berbagai pendekatan termasuk pendidikan dan literasi agama dan budaya. Hal itu tertuang dalam dokumen “Deklarasi Jakarta” sebagai hasil dari konferensi yang dihadiri oleh sejumlah anggota parlemen dan mantan anggota parlemen dari negara-negara ASEAN, antara lain dari Singapura, Malaysia, Filipina, Timor Leste, Thailand, dan Indonesia.

Peserta dari Indonesia yang hadir lainnya adalah Direktur Eksekutif APHR sekaligus Wakil Indonesia untuk Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN (AICHR), Yuyun Wahyuningrum, anggota DPR RI, Mercy Chriesty Barends, dan dua mantan anggota DPR RI yaitu Eva Kusuma Sundari dan Teguh Juwarno.

“Hasil dari konferensi ini adalah dokumen Deklarasi Jakarta, salah satunya berisi ajakan untuk memperkuat toleransi dan kohesi sosial melalui berbagai pendekatan, termasuk pengembangan kapasitas dan keterlibatan melalui pendidikan, dialog lintas agama yang bermakna, literasi agama dan budaya, serta kebijakan inklusif secara partisipatif,” kata Direktur Program Institut Leimena, Daniel Adipranata, kepada IL News.

Konferensi APHR membahas isu-isu utama dalam kebebasan beragama atau berkeyakinan seperti sistem hukum di beberapa negara Asia Tenggara, maraknya intoleransi dan ujaran kebencian, hubungan antara hak asasi manusia dan kebebasan beragama atau berkeyakinan, peran transformatif anggota parlemen, dan implikasi kompleks dari diskriminasi agama.

Salah satu tantangan mendesak di kawasan ini adalah maraknya berbagai undang-undang diskriminatif yang mengancam kebebasan beragama atau berkeyakinan, khususnya bagi kelompok minoritas agama dan etnis. Disadari bahwa meskipun Asia Tenggara diberkahi dengan keragaman agama dan budaya yang luar biasa, tetap menghadirkan lanskap yang kompleks dalam hal perlindungan dan promosi hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan.

“Menyadari peran penting anggota parlemen untuk menegakkan kebebasan beragama atau berkeyakinan, mengingat tanggung jawab mereka dalam pembuatan undang-undang, pengawasan, dan representasi untuk berkontribusi kepada perdamaian yang positif dan berkelanjutan di kawasan,” demikian salah satu pernyataan dalam “Deklarasi Jakarta”.

Eva Kusuma Sundari, yang juga Anggota Dewan APHR, menekankan pentingnya kolaborasi di antara para pemangku kepentingan regional. “Sangat penting untuk bekerja sama untuk menciptakan Asia Tenggara yang lebih inklusif, toleran, dan adil di mana kebebasan beragama atau berkeyakinan ditegakkan untuk semua orang,” kata Eva. [IL/Chr]

Responsible Citizenship

in Religious Society

Ikuti update Institut Leimena

@institutleimena

Warganegara.org

@institutleimena

Warganegara.org

✉ info@leimena.org
+62 811 1088 854
Loading...