info@leimena.org    +62 811 1088 854

Para pemberi sambutan dalam pelatihan internasional pengenalan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) untuk guru-guru sekolah Kristen.

IL News 005/2023

Jakarta, IL News – Institut Leimena bersama Sekolah Kristen IPEKA, Sekolah Kristen Gloria, dan Sekolah Kristen Tritunggal bekerja sama untuk mengadakan pelatihan internasional pengenalan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) kepada 170 guru dari ketiga sekolah tersebut. Pelatihan yang digelar secara daring pada 27 Februari – 3 Maret 2023 bertujuan membangun pemahaman dan sikap untuk berelasi di tengah masyarakat multireligius, serta mendorong kolaborasi demi kebaikan bersama.

Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, menjelaskan pelatihan LKLB kali ini merupakan kelas angkatan ke-27 sekaligus kelas pertama bagi guru agama Kristen sejak Institut Leimena meluncurkan program LKLB pada Oktober 2021. Jumlah alumni pelatihan LKLB sejauh ini sudah mencapai setidaknya 3.300 guru/penyuluh agama dari 34 provinsi di Indonesia.

“Kelas kali ini adalah yang pertama kali untuk guru-guru sekolah Kristen karena 26 kelas sebelumnya diperuntukkan bagi guru-guru madrasah, pesantren, dan penyuluh agama Islam,” kata Matius saat sesi pembukaan, Senin (27/2/2023).

Matius mengatakan LKLB adalah kerangka sederhana untuk mengembangkan tiga kompetensi dalam berelasi dengan orang yang berbeda agama, yakni pribadi, komparatif, dan kolaboratif.

“Agar pendekatannya lebih praktis dengan contoh, maka program ini melibatkan para narasumber dari tiga agama Abrahamik yaitu Kristen, Islam, dan Yudaisme yang memang memiliki banyak persamaan sekaligus perbedaan mendasar. Tidak jarang konflik besar justru terjadi diantara mereka, sehingga agama-agama Abrahamik dapat menjadi contoh yang baik untuk mengenal pendekatan LKLB,” kata Matius.

Matius menyadari kemampuan bekerja sama dengan orang berbeda agama tidak tumbuh dengan sendirinya, melainkan harus terus menerus diupayakan dan dilatih dengan sikap rendah hati.

“Program kali ini boleh dikatakan istimewa bagi saya, karena memang sejak lama kami di Institut Leimena dan saya pribadi berupaya memikirkan bagaimana umat Kristen dapat terus terlibat secara aktif dan setara sebagai warga negara dalam membangun bangsa dan negara ini,” ujarnya.

Pdt. Handojo saat menyampaikan paparan dalam sesi pembukaan.

Bukan Kompromi Iman

Direktur Utama Sekolah Kristen IPEKA, Pdt. Handojo, berharap pelatihan pengenalan LKLB bisa memfasilitasi guru-guru Kristen untuk mengenal berbagai agama, sehingga dapat mengembangkan dan mengajarkan sikap toleransi yang tepat kepada peserta didik. Handojo menyebut semua golongan agama memiliki orang yang bersikap toleran maupun ekstremis, sehingga LKLB dibutuhkan untuk menjaga NKRI.

“Ini (LKLB) menjadi suatu yang penting karena mau tidak mau kita melihat negara kita pluralisme secara empiris, sehingga kita perlu mengembangkan diri untuk pluralisme yang dihargai dalam kehidupan bersama di Indonesia,” kata Pdt. Handojo.

Dia menegaskan sikap toleransi bukan berarti kompromi iman. Di sisi lain, Amanat Agung sebagai amanat pemuridan, berjalan beriringan dengan toleransi karena tidak dilakukan berdasarkan paksaan tetapi kesadaran akan kasih dan kebaikan Tuhan.

Tuhan Yesus dan para murid juga memberikan teladan sikap toleransi dengan memandang orang lain secara setara tanpa merendahkan. Misalnya, kisah perempuan Kanaan/Sifo-Fenisia (Mat 15:21-28), perempuan Samaria (Yoh 4:1-30), Perwira Romawi (Mat 8:5-23, Luk 7:1-10, Yoh 4:46-53), Filipus dan sida-sida dari Etiopia (Kis 8:26-40), Petrus dan Kornelius (Kis 10), dan lainnya.

“Ini menjadi dasar ketika kita hidup dengan orang lain. Apa pun agama dan latar belakang seseorang, kita harus menganggap mereka seorang yang harus dihargai,” kata Pdt. Handojo.

Yana Poedjianto dari Sekolah Kristen Gloria.

Narasumber Lintas Agama

Koordinator Umum Yayasan Pendidikan Kristen Gloria, Yana Poedjianto, mengatakan sekolah-sekolah Kristen terpanggil untuk mendidik generasi muda menjadi garam dan terang dunia.

“Di tengah keterbatasan kita, kadang kita menjadi salah mengerti agama lain, bahkan was-was sehingga kita membutuhkan program ini untuk belajar. Kita rindu diberikan pencerahan supaya kita dan anak-anak didik kita diperlengkapi hidup di tengah masyarakat majemuk,” kata Yana.

Peserta pelatihan LKLB, Bagian Kerohanian, Misi, Diakonia, YPK Gloria, Surabaya, Bambang Widiyanto, mengatakan guru Kristen dan sekolah-sekolah Kristen berperan mewarnai semangat toleransi dalam Indonesia yang majemuk.

Peserta lainnya, Kepala Sekolah SMA Kristen Tritunggal, Semarang, Liem Rachel Octavia Christina, mengajak rekan-rekan guru memanfaatkan kesempatan pelatihan untuk mendapatkan wawasan baru sebagai bekal untuk kehidupan Indonesia yang beragam.

“Kita tidak bisa menuntut atau berharap lingkungan kita selalu sama atau homogen. Justru ketika Tuhan mengizinkan kita berada dalam lingkungan beragam maka di situlah kesempatan kita lebih lagi membagikan kasih Kristus dan menjadi teladan,” kata Rachel.

Wakil Kepala Sekolah SMP Kristen IPEKA Palembang, Kurjini Gayami Simatupang, mendorong peserta pelatihan LKLB memiliki semangat pembelajar seumur hidup, sehingga sebagai pendidik bisa siap menghadapi tantangan zaman khususnya dalam lingkungan heterogen.

Kelas pelatihan LKLB untuk guru Kristen ini menghadirkan narasumber lintas agama antara lain Pdt. Ferry Mamahit (Dosen STT Seminari Alkitab Asia Tenggara), Prof. Alwi Shihab (Senior Fellow Institut Leimena), Prof Amin Abdullah (Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila/BPIP), Dr. Chris Seiple (Senior Fellow University of Washington), Rabi David Rosen (Direktur Internasional untuk Hubungan Antar Agama American Jewish Committee), dan Yosie Pauline Modo (Direktur Pelaksana Sekolah Kristen Kalam Kudus, Dumai). (IL/Chr)

Responsible Citizenship

in Religious Society

Ikuti update Institut Leimena