info@leimena.org    +62 811 1088 854

Direktur Eksekutif Maarif Institute, Abd. Rohim Ghazali (pertama dari kiri), dan Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho (keempat dari kiri), bersama para pembahas hadir dalam peluncuran tiga buku karya Ahmad Syafii Maarif.

IL News 003/2023

Jakarta, IL News  – Buah pikiran cendekiawan Islam, Ahmad Syafii Maarif, telah dituangkan ke dalam tiga buku terbaru berjudul “Bulir-bulir Refleksi Sang Mujahid” (Kompas, 2022), “Indonesia Jelang Satu Abad, Refleksi tentang Keumatan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan” (Mizan, 2022), dan “Al-Quran Untuk Tuhan Atau Untuk Manusia?” (Suara Muhammadiyah, 2022).

Direktur Ekskutif Institut Leimena, Matius Ho, turut hadir dalam acara peluncuran ketiga buku tersebut yang diadakan pada 27 Oktober 2022 oleh Maarif Institute bekerjasama dengan Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS). Acara peluncuran dan diskusi buku merupakan bagian dari rangkaian Festival Pemikiran Ahmad Syafii Maarif  yang berlangsung sampai Juni 2023.

“Penerbitan ini, tentu merupakan usaha keras untuk merekam riwayat intelektualisme Buya Syafii yang selama ini berkembang di ruang publik. Kami berharap kehadiran ketiga buku ini dapat memberikan sumbangan dalam memperkaya khazanah Islam Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Maarif Institute, Abd. Rohim Ghazali, dalam acara peluncuran di Bentara Budaya, Jakarta.

Rohim menyatakan apresiasinya atas pemikiran-pemikiran kritis almarhum Buya Syafii, terkait isu-isu keislaman, kebangsaan, kemanusiaan, kebhinekaan, dan keadilan sosial.  Kumpulan tulisan Buya Syafii yang tercecer di media, seperti Kompas atau Republika, kini sudah bisa dibaca secara utuh dalam bentuk buku.

“Produktivitas pemikiran-pemikiran Buya Syafii sangat diperlukan untuk memperkaya khazanah pemikiran Islam Indonesia,” ujar Rohim.

Sementara itu, Ketua Umum Pergerakan Indonesia untuk Semua, Ade Armando, selaku pembahas, memaparkan peluncuran buku Buya Syafii penting dalam mensosialisasikan dan melanjutkan pemikirannya dalam konteks keindonesiaan. Buku tersebut patut menjadi bahan refleksi karena memuat isu-isu keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan.

“Semoga buku ini bisa menyebarkan pemikiran Islam yang inklusif, toleran, moderat serta berpihak pada kemanusiaan, kenegaraan serta keindonesiaan, utamanya di kalangan anak-anak muda millennial,” ujar Ade.

Ade juga mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, yang mengusulkan Buya Syafii Maarif sebagai pahlawan nasional karena sosoknya tidak hanya dikenal sebagai tokoh nasional, tapi berskala global. Buya merupakan mantan ketua umum PP Muhammadiyah, anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Pendiri Maarif Institute, dan President World Conference on Religion for Peace (WCRP).

Tiga buku berisi buah pemikiran Ahmad Syafii Maarif.

Tokoh perempuan Muslim, Musdah Mulia, buku-buku Buya Syafii layak dibaca tidak hanya untuk mereka yang tertarik masa depan dunia Islam, tetapi juga setiap orang yang peduli akan masa depan kemanusiaan. Menurutnya, Buya Syafii merupakan sosok berani untuk mengungkapkan pendapat secara kritis, objektif, dan jernih. Salah satunya saat menyebut Basuki Tjahaja Purnama tidak menghina Al Quran, khususnya Surat Al-Maidah 51.

“Meskipun Buya Syafii tidak menulis hal-hal yang lebih spesifik tentang isu-isu kesetaraan dan keadilan gender, isu feminisme, bagi saya cukup dua hal. Buya tidak melakukan poligami dan tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan, baik di ruang domestik maupun ruang publik,” kata Musdah.

Pembahas lainnya, wartawan senior Harian Kompas, Budiman Tanuredjo, dan Dosen Universitas Paramadina, Putut Wijanarko, sepakat bahwa Buya Syafii dalam tulisannya selalu mengumandangkan moralitas dan keadaban publik. Menurut Budiman, yang paling menyita perhatian Buya Syafii adalah tingkah pongah para elit yang “tuna visi dan misi”. Artinya, politisi hanya mengedepankan kepentingan pragmatis, sebaliknya abai terhadap hak-hak hidup masyarakat.

“Apalagi yang paling membuat geram tatkala sekelompok elit itu menggunakan isu-isu SARA demi memenuhi syahwat politiknya,” kata Budiman.

Sementara itu, Putut berharap buku karya Buya Syafii ini bisa menjadi energi baru dalam upaya melembagakan gagasan dan cita-cita sosial Buya Syafii dalam ranah keislaman dan kenegaraan. Buya mengusung nilai-nilai keterbukaan, kesetaraan dan kebhinnekaan yang dapat diwariskan kepada anak-anak bangsa. 

Festival Pemikiran Ahmad Syafii Maarif merupakan rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk merawat dan menyebarluaskan warisan pemikiran Buya Syafii Maarif. Acara peluncuran buku juga diikuti penandatanganan replika buku dan penyerahan buku Ahmad Syafii Maarif kepada sejumlah perwakilan. [IL/Chr]

Responsible Citizenship

in Religious Society

Ikuti update Institut Leimena