Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN untuk Komunitas Keamanan-Politik Sekretariat ASEAN, Robert Matheus Michael Tene, menyampaikan paparan dalam Diskusi Panel 4 Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) di Hotel Kempinski, Jakarta, 14 November 2023.
IL News 018/2023
Jakarta, IL News – Saat ini Visi ASEAN Pasca 2025 menuju ASEAN 2045 sedang dikembangkan para pemimpin negara-negara di Asia Tenggara. Komunitas negara-negara anggota ASEAN perlu menguatkan program dialog lintas agama dan budaya untuk merealisasikan visi tersebut demi membangun masyarakat multiagama dan multibudaya yang damai dan inklusif.
Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN untuk Komunitas Keamanan-Politik Sekretariat ASEAN, Robert Matheus Michael Tene, dalam Diskusi Panel 4 Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) pada 14 November 2023.
Dalam sesi yang mengangkat tema “Building Peaceful and Inclusive Multi-Faith and Multi-Cultural Societies ini The ASEAN Community: Towards Post 2025 Vision” (Membangun Masyarakat Multiagama dan Multibudaya yang Damai dan Inklusif Dalam Komunitas Asean: Menuju Visi Pasca 2025), Michael Tene, menjelaskan masa depan ASEAN 20 tahun ke depan dan seterusnya bergantung kepada komunitas ASEAN untuk berevolusi dan mengembangkan ketangguhan dalam menghadapi ketidakpastian dan gangguan.
“Kawasan ASEAN memiliki sejarah dan tradisi moderasi yang panjang, bahkan selama berabad-abad, orang-orang dari berbagai agama dan ras telah hidup bersama dalam damai dan harmonis,” kata Tene.
Tene menegaskan kawasan ASEAN mengakui pluralisme dan telah menetapkan kesetaraan ras dan kebebasan berkeyakinan sebagai hak-hak hukum konstitusional. Namun, ujarnya, tatanan sosial masyarakat majemuk dalam beberapa tahun terakhir telah terpukul di banyak tempat. Intoleransi dan diskriminasi berdasarkan agama atau kepercayaan telah dimanifestasikan dalam berbagai cara dan semakin sering terjadi.
Dalam konteks itu, Tene menilai sangat penting untuk mengenali tantangan-tantangan di tingkat regional dan nasional yang muncul dan melakukan upaya-upaya mengidentifikasi akar masalah untuk mengatasinya serta memberlakukan hukum dan kebijakan yang relevan untuk melindungi kebebasan beragama atau berkeyakinan.
“Yang tidak kalah pentingnya adalah mendorong dialog dan pemahaman antarbudaya, melindungi minoritas agama, dan memerangi ujaran kebencian, serta menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan berekspresi. ASEAN perlu terus memperkuat program-program dialog antar agama dan antar budaya,” terang Tene.
Direktur Eksekutif World Faiths Development Dialogue, Katherine Marshall (kiri), sebagai moderator Sesi Panel 4 Konferensi Internasional LKLB.
Gagasan Arah Kebijakan
Elemen-elemen inti dari Visi Masyarakat ASEAN Pasca 2025 telah disahkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 di Indonesia pada Mei 2023. Hal ini membuka jalan untuk pengembangan Visi Masyarakat ASEAN 2025 menuju ASEAN 2045 yang lebih dinamis, inovatif, inklusif, visioner, dan berpihak kepada rakyat.
Tene menyebutkan ada lima gagasan mengenai arah kebiijakan untuk merealisasikan masyarakat multiagama dan multibudaya yang damai dan inklusif dalam Komunitas ASEAN.
Pertama, memperbanyak dialog antaragama dan budaya. Tindakan ini memberikan ruang untuk berdebat secara bebas dalam melawan radikalisme, kebangkitan fundamentalisme, dan budaya isolasionisme.
Kedua, pendidikan adalah instrumen ampuh untuk melawan intoleransi di masyarakat. Prioritas pendidikan untuk mengajar anak-anak dan remaja agar menyadari pentingnya nilai menghormati orang lain.
Ketiga, pentingnya menyadari perlunya memerangi stereotip negatif terhadap agama dengan mengambil tindakan melalui pendidikan, penyadaran, serta mengadaptasi hal-hal berkaitan sanksi terhadap hasutan hingga kekerasan yang didasarkan pada agama dan keyakinan.
“Negera harus melakukan uji tuntas untuk mencegah, menyelidiki dan menghukm tindakan kekerasan terhadap orang-orang, yang termasuk dalam kelompok minoritas,” kata Tene.
Keempat, penting juga untuk menjamin kebebasan beragama atau berkeyakinan serta kebebasan berpendapat dan berekspresi, karena keduanya saling menguatkan. Kelima, menguatkan multikulturalisme, artinya lebih dari sekadar orang-orang dari latar belakang agama dan etnis yang berbeda yang hidup bersama, tetapi juga melibatkan setiap kelompok yang didorong untuk mempertahankan dan berbagi apa yang berharga dari budaya dan tradisi mereka yang khas.
Penasihat Menteri Luar Negeri Malaysia Dato Ahmad Azam Ab Rahman.
LKLB sebagai Diplomasi Kemanusiaan
Panelis lainnya dalam acara yang sama, Penasihat Menteri Luar Negeri Malaysia Dato Ahmad Azam Ab Rahman, mengatakan prinsip yang mewarnai ASEAN akan memberikan jaminan terhadap qaromah insaniyah yang didalamya berbicara soal keadilan, kebersamaan dan inklusivitas untuk kejayaan masa depan ASEAN. Komunitas ASEAN harus lebih maju kedepan dan menjadi model bagi dunia untuk melihat diversity atau keberagaman sebagai satu rahmat, buan bencana atau perkara yang dipermasalahkan.
“Bagaimana diplomasi kemanusiaan dalam membahas literasi lintas agama ini bisa dilakukan secara praktik di kawasan ASEAN. Jadi kita bisa menggunakan pendekatan diplomasi kemanusiaan untuk menangani isu-isu perbedaan agama dan budaya,” kata Dato Ahmad.
Sementara itu, Presiden Asosiasi Forum Lintas Agama G20, Cole Durham, Jr., mengatakan menegaskan satu hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan Visi ASEAN 2025 menuju ASEAN 2045 ini adalah memberikan kesetaraan bagi agama-agama agar dapat mencegah terjadinya diskriminasi atau pembatasan terhadap kelompok-kelompok agama yang lebih kecil.
“Satuan tugas dalam KTT ASEAN ini harus mulai bekerja secara efektif, efisien, seimbang, inklusif dan terkoordinasi untuk mengembangkan Visi Pasca 2025,” ujar Cole. [IL/Chr]
Responsible Citizenship
in Religious Society
Ikuti update Institut Leimena
@institutleimena
Warganegara.org
@institutleimena
Warganegara.org
info@leimena.org