IL News 033/2020
24 November 2020
Dialog antar agama-agama Abrahamik, dalam hal ini Islam, Kekristenan, dan Yudaisme, dapat menjadi contoh untuk belajar bagaimana mengakui dan menghargai persamaan dan perbedaan, terlepas dari sejarah panjang ketegangan dan konflik di antara mereka. Demikian diutarakan Matius Ho, Direktur Eksekutif Institut Leimena dalam online summit bertajuk “Abrahamic Common Traditions: US-Indonesia Interfaith Dialogue on Peace” yang diselenggarakan oleh Biro Asia USAID, AJC Asia Pacific Institute, Institut Leimena, dan USINDO, pada tanggal 24 November 2020. Lebih jauh lagi Dr. Alwi Shihab, Senior Fellow Institut Leimena, menekankan pentingnya interaksi yang lebih intensif antar tokoh-tokoh ketiga agama ini agar dapat terjalin dialog yang lebih produktif bagi perdamaian. Ia mengusulkan misalnya dilakukan program pertukaran tokoh-tokoh agama Abrahamik ini antara Amerika Serikat dan Indonesia. Panelis lainnya dalam acara yang diadakan dari Washington, DC, ini adalah Samah Norquist (Penasehat Utama bidang Kebebasan Beragama Internasional, USAID), Husain Haqqani (Hudson Institute), Rabbi David Rosen (American Jewish Committee), Fr. Lawrence Frizzell (Seton Hall University), dan Dr. Alfred Munzer, penyintas Holokaus yang diselamatkan dari kejaran NAZI oleh keluarga Indonesia di Belanda. Acara dimoderatori oleh Shira Loewenberg (Direktur AJC Asia Pacific Institute), Javier Piedra (Pimpinan Pelaksana Biro Asia USAID), dan Nissim Reuben (Asisten Direktur Asia Pacific Institute). Hadir memberikan sambutan adalah Chairman Institut Leimena Drs. Jakob Tobing, Duta Besar AS untuk Kebebasan Beragama Internasional Sam Brownback, Presiden USINDO David Merrill, dan dua anggota Kongres AS, Bred Sherman (Demokrat) dan Ted Yoho (Republikan).
Responsible Citizenship
in Religious Society
Ikuti update Institut Leimena