info@leimena.org    +62 811 1088 854
MK Online 28 Mar 2011

Sekjen MK Tutup Temu Wicara MK – Institut Leimena

Jakarta, MKOnline – Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) Janedjri M. Gaffar secara resmi menutup Temu Wicara “Peningkatan Pemahaman Berkonstitusi dan Hukum Acara MK Bagi Kalangan Pendidikan Tinggi Kristen” – kerja sama MK dengan Institut Leimena, Minggu (27/3) siang di Hotel Gran Melia, Jakarta. Acara ini dilaksanakan dalam rangka membangun kesadaran berkonstitusi yang berlangsung sejak Jumat (25/3) sore.

Dalam sambutannya, Janedjri mengemukakan pentingnya konstitusi sebagai pengikat kemajemukan. Bahwa bangsa Indonesia tidak bisa menghindari kenyataan bahwa kemajemukan itulah yang memajukan kita menjadi satu bangsa dan satu tanah air. “Bagi bangsa dengan tingkat kemajemukan tinggi, rentan terjadi ancaman konflik,” ungkap Janedjri M. Gaffar sebelum menutup resmi acara yang berlangsung tiga hari ini.
Konflik akan sulit dihentikan bila pemimpinnya tidak mampu bersikap adil, bahkan akan muncul kerusuhan demi kerusuhan. Fenomena itu berpotensi menghambat bagi perluasan kesadaran akar nilai-nilai kebangsaan, terutama mengendurkan ikatan kebangsaan.
“Oleh sebab itu, untuk menghadapi tantangan tersebut, jawabannya adalah konstitusi. Selama bangsa kita memegang teguh dan melaksanakan konstitusi, bangsa kita akan tetap eksis dan selamat melewati tantangan dan krisis besar yang melanda negeri kita,” ucap Janedjri.
Materi Acara
Temu Wicara yang diselenggarakan MK-Institut Leimena ini berlangsung sejak 25-27 Maret 2011, menampilkan sejumlah narasumber berkompeten. Di antaranya adalah Wakil Ketua MK Achmad Sodiki yang menampilkan topik “Mahkamah Konstitusi, Hukum Progresif dan Keadilan Substantif “.
“MK telah meletakkan pondasi sebagai peradilan yang modern dan putusan-putusan yang disambut antusias oleh masyarakat, karena mampu mengatasi kebuntuan-kebuntuan politik. Putusan-putusan MK tidak semata-mata menerapkan hukum positif  begitu saja. Tetapi jika aspek keadilan termarginalkan oleh hukum positif, MK akan tegas mengedepankan aspek keadilan,” ucap Sodiki.
Sodiki mengatakan pula, hukum berfungsi memanusiakan manusia, bukan sekadar alat untuk mencapai tujuan. Hal ini dapat diartikan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan yang menjadi tujuan hukum, harus pula dicapai dengan cara-cara yang memuliakan manusia.
Sementara itu, narasumber lainnya Hakim Konstitusi Akil Mochtar mengangkat topik yang sedang aktual yakni “Mahkamah Konstitusi, Pemilu dan Perselisihan Hasil Pemilu”. Dijelaskan Akil, sesuai Pasal 74 Ayat (2) UU MK perselisihan hasil pemilu adalah perselisihan antara peserta pemilu (parpol, perseorangan calon anggota DPD, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden) dan KPU sebagai penyelenggara pemilu.
“Sedangkan  perselisihan hasil pemilu kepala daerah adalah perselisihan antara pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai peserta pemilu kepala daerah dan KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota sebagai penyelenggara pemilu,” kata Akil merujuk Pasal 106 UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah.
Selanjutnya ada juga narasumber Hakim Konstitusi Harjono dengan topik “Sistem Ketatanegaraan RI Pasca Perubahan UUD 1945”. Selain itu ada narasumber Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan, Sekjen MK Janedjri M. Gaffar, pakar hukum tata negara Dr. Ali Safaat dan Jakob Tobing selaku Presiden Institut Leimena masing-masing dengan topik berbeda. (Nano Tresna A./mh)

Responsible Citizenship

in Religious Society

Ikuti update Institut Leimena