✉ info@leimena.org    +62 811 1088 854

Webinar Seri Literasi Keagamaan Lintas Budaya dalam rangka Hari Perempuan Internasional yang diadakan Institut Leimena dan Masjid Istiqlal, 6 Maret 2025.

Jakarta, IL News – Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day) yang diperingati secara global setiap tanggal 8 Maret, menunjukkan pentingnya memperjuangkan kesetaraan gender sebagai hak asasi manusia yang fundamental. Perempuan memiliki peran strategis dalam membangun nilai-nilai toleransi dan kohesi sosial di tengah masyarakat yang akan berkontribusi signifikan untuk menjaga perdamaian dunia dan pembangunan berkelanjutan.

Hal itu terungkap dalam Webinar Internasional Seri Literasi Keagamaan Lintas Budaya dalam rangka Hari Perempuan Internasional yang diadakan oleh Institut Leimena dan Masjid Istiqlal bertemakan “Perempuan dan Pendidik sebagai Pilar Perdamaian: Kesetaraan Gender dalam Membangun Kohesi Sosial” pada Kamis (6/3/2025) malam.

Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, mengatakan program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang dijalankan Institut Leimena bersama Masjid Istiqlal dan puluhan mitra lainnya berupaya memperkuat kohesi sosial, kerukunan, dan kedamaian dalam masyarakat majemuk. Dia mengatakan program LKLB yang dimulai akhir tahun 2021 telah meluluskan 62 angkatan diikuti lebih dari 9.000 guru termasuk 56% diantaranya adalah guru dan pendidik perempuan.

“Peran guru amat penting sebagai agen-agen perdamaian dalam membina generasi masa depan agar mampu mengatasi ajaran-ajaran intoleran yang memecah belah masyarakat, serta meningkatkan saling percaya antar penganut agama dan kepercayaan yang berbeda,” kata Matius.

Matius melanjutkan tema “Perempuan dan Pendidik sebagai Pilar Perdamaian” mengingatkannya akan 3 sosok perempuan dan pendidik dari kawasan timur Indonesia. Mereka adalah dua guru perempuan peserta program LKLB dari kota Ambon, Maluku, yaitu Kepala SMA Kristen Rehoboth dan Ketua Umum Yayasan Pembinaan Pendidikan Kristen Dr. JB. Sitanala, Sarlota Singerin.

Keduanya menghubungi Kepala SMA AL HILAAL di bawah yayasan Islam Al Hilaal di Ambon, Jaleha Sangadji, untuk mengadakan deklarasi Sekolah Gandong, yang dalam masyarakat Maluku, “gandong” adalah sebuah ikatan persaudaraan dengan perjanjian adat yang amat dihormati.

“Ini amat penting untuk semakin memperkuat perdamaian di Maluku yang sekitar 20 tahun lalu mengalami konflik sosial yang amat tragis,” kata Matius.

Data menunjukkan bahwa perdamaian lebih langgeng jika ada partisipasi perempuan.

Perdamaian Lebih Langgeng

Direktur HAM dan Kemanusiaan Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral, Kementerian Luar Negeri RI, Indah Nuria Savitri, mengatakan perdamaian akan lebih berkelanjutan ketika perempuan berpartisipasi secara aktif dalam proses pencapaiannya.

Perserikatan Bangsa-bangsa memiliki dua instrumen dalam menjamin kesetaraan gender dan mendorong perempuan sebagai agen-agen perdamaian, yaitu Beijing Declaration and Platform for Action (1995) dan UN Security Council Resolution (UNSCR) 1325 on Women, Peace, and Security (2000).

“Dari data, 35% kesepakatan perdamaian dapat bertahan setidaknya selama 15 tahun jika perempuan aktif terlibat. Ini menunjukkan kehadiran perempuan dalam suatu proses perdamaian, dalam diplomasi, bukan hanya simbolis, tapi menjadi suatu kebutuhan,” kata Indah.

Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, sebagai pemberi pidato kunci dalam webinar itu, menyatakan pemberdayaan perempuan yang telah dicapai saat ini masih belum cukup.  Menag menyebut laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah di muka bumi atau sama-sama hamba Allah SWT, sehingga agama harus menjadi faktor penguatan martabat perempuan.

“Pada kesempatan sangat penting ini, saya ingin mengimbau kepada kita semua, mari kita memperbaiki penafsiran-penafsiran Al-Qur’an yang bias gender. Mari kita memahami kembali redaksi yang dipahami melalui teks-teks hadits. Kita sangat yakin bahwa Allah SWT sama dengan Rasullulah tidak membedakan laki-laki dan perempuan,” kata Nasaruddin Umar, Menag RI sekaligus merangkap Imam Besar Masjid Istiqlal.

Nasaruddin mengatakan laki-laki dan perempuan mempunyai hak untuk aktif menjadi pemimpin baik dalam rumah tangga bahkan pemimpin publik atau negara. Dia menyebut banyak ayat Al-Qur’an menunjukkan kepemimpinan seorang perempuan, misalnya Ratu Balqis sebagai penguasa Kerajaan Saba yang kepemimpinannya meraih predikat yakni negerinya menjadi indah di bawah ampunan Tuhan.

Nasaruddin menambahkan kepemimpinan perempuan juga ditunjukkan oleh Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW, yang merupakan bangsawan, menjadi kepala rumah tangga saat mereka berada di Mekah. Dalam salah satu ayat lainnya, laki-laki disebut sebagai pelindung bagi perempuan (QS An-Nisa ayat 34).

“Berhentilah mendeskreditkan perempuan atas nama agama. Saatnya sekarang kita berusaha mencari cara bagaimana mendayagunakan perempuan sebagai salah satu kekuatan bangsa, terutama untuk Indonesia,” katanya.

Farid F. Saenong menjelaskan tentang Pendidikan Kader Ulama (PKU) khusus peserta perempuan yang dijalankan Masjid Istiqlal.

Pendidikan Ulama Perempuan

Farid F. Saenong, Wakil Direktur Voice of Istiqlal sekaligus Staf Khusus Menag RI, mengatakan isu perempuan dan kesetaraan gender menjadi bagian tidak terpisahkan dari nilai dan prinsip yang dikembangkan di Masjid Istiqlal. Salah satunya dilakukan lewat Pendidikan Kader Ulama (PKU) untuk peserta perempuan.

“Pendidikan Kader Ulama ada peserta regular, dan secara spesifik kami membuka kelas khusus peserta perempuan agar perempuan mendapatkan pendidikan keulamaan. Ide ini gaungnya cepat membahana sampai Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, juga mengikuti strategi kita,” katanya.

Anggota DPR RI, Mercy Chriesty Barends, menyatakan ketidakadilan secara sosial dan struktural seringkali membuat hak-hak perempuan menjadi tersingkirkan. Itu sebabnya dibutuhkan kebijakan-kebijakan yang kuat perspektif gender untuk membangun kualitas perempuan.

Guru Besar HAM dan Gender UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Siti Ruhaini Dzuhayatin, menambahkan literasi keagamaan lintas budaya menjadi jawaban untuk mengajarkan perdamaian secara pedagogik di sekolah. Sikap toleransi dan moderat yang selama ini hanya pada tataran konsep bisa diturunkan secara konkret melalui program LKLB.

Wakil Presiden, G20 Interfaith Association, Katherine Marshall, menyampaikan karakteristik khusus dari kepemimpinan perempuan yang memang dibutuhkan dalam masa krisis, seperti kerja sama, empati, dan pendengar yang baik. Sedangkan, Peneliti Tamu, Institut Agama, Hukum dan Pekerjaan Pengacara, Fordham University New York, Giovanna R. Czander, menyebut pentingnya hukum untuk menjamin kesetaraan gender. [IL/Chr]

Responsible Citizenship

in Religious Society

Ikuti update Institut Leimena

@institutleimena

Warganegara.org

@institutleimena

Warganegara.org

✉ info@leimena.org
+62 811 1088 854
Loading...