info@leimena.org    +62 811 1088 854

IL News 015/2018


Tidak terima ditempatkan di neraka, karena merasa selalu beribadah dengan tekun, maka Haji Saleh mendatangi Tuhan, seolah hendak mempertanyakan keputusan Tuhan.

“Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami, menyembah Tuhan di dunia?”, tanya Haji Saleh.

“Tidak! Kesalahan engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat sembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri…. Inilah kesalahanmu yang terbesar, engkau terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya. Tapi engkau tidak mempedulikan mereka sedikitpun”

Kutipan karya sastra “Robohnya Surau Kami” yang ditulis oleh A.A. Navis ini, adalah pembuka perkuliahan intensif Pancasila dan Kewarganegaraan di Sekolah Tinggi Teologi Seminari Alkitab Asia Tenggara (STT SAAT), Malang, pada 30 Juli-3 Agustus 2018. Adalah Budi Hartono Setiamarga dan Daniel Adipranata dari Institut Leimena, yang menjadi dosen pengampu perkuliahan Kewarganegaraan yang diselenggarakan secara intensif ini.

Melalui cerita tersebut, 15 orang mahasiswa belajar tentang kewarganegaraan ganda umat Kristen: sebagai warga Kerajaan Sorga, tapi juga warga negara Indonesia. Perkuliahan dilanjutkan dengan Pancasila, Konstitusi, dan Narasi Kemajemukan Indonesia sebagai landasan argumentasi dalam ruang publik. Ditutup dengan mata kuliah yang bersifat praktis seperti Suara Anda Berharga dan Pemimpin Kristen dalam Sejarah Bangsa.

Ketiga tema perkuliahan ini, diharapkan dapat memperluas cakrawala berpikir mahasiswa teologi tentang keindonesiaan. Sebagai calon pemimpin yang memiliki peran strategis dalam mempengaruhi publik, pembelajaran kewarganegaraan adalah sebuah keniscayaan.

Tentu, bukan pembelajaran yang bersifat mentransfer pengetahuan belaka. Namun, pembelajaran yang menolong peserta untuk berpikir, sehingga dapat menarik makna dan relevansi materi perkuliahan pada dirinya sendiri. Demi mewujudkannya, Institut Leimena menginisiasi proses pembelajaran yang berpusat pada peserta. Diskusi, studi kasus, pembacaan sastra, menjadi pendekatan yang digunakan dalam proses belajar.

“Saya merasa sangat terdorong kembali untuk terlibat aktif dalam negara ini. Saya melihat bahwa sebagai warga negara, saya tidak boleh hanya duduk diam dan melihat apa yang terjadi, saya juga harus terlibat dalam negara ini.” (Mahasiswa 1)

“Diskusi membuat saya pribadi “memaksa” diri untuk mengeluarkan ide-ide konkrit dari pada sekadar menerima.” (Mahasiswa 2)

“Kelas ini membuka wawasan saya tentang perpolitikan, serta membuka satu kemungkinan tentang ladang pelayanan yang dapat saya jalani.” (Mahasiswa 3)

“Selama mengikuti kelas ini, banyak hal baru yang saya pelajari. Saya kira ini akan menjadi kelas yang membosankan, namun tidak. Banyak hal baru tentang kehidupan berbangsa dan konstitusi yang sebelumnya saya tidak ketahui. Dorongan untuk berpendapat sangat dijunjung di kelas ini. Sungguh melatih saya mengeluarkan pikiran saya. Seperti yang dikatakan bahwa perjuangan yang kita hadapi bukan fisik/penjajahan, tapi the battle of mind/konsep/ide.” (Mahasiswa 4)

Responsible Citizenship

in Religious Society

Ikuti update Institut Leimena