Prof. Dr. Amin Abdullah, anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dan Senior Fellow Institut Leimena, menerima penghargaan Habibie Prize dari Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, di Auditorium Gedung BJ Habibie, Jakarta, 11 November 2024.
Jakarta, IL News – Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Senior Fellow Institut Leimena, Prof. Dr. Amin Abdullah, meraih penghargaan Habibie Prize untuk bidang ilmu filsafat, agama, dan kebudayaan. Penghargaan ini diberikan karena kontribusi Amin Abdullah dalam pengembangan pendekatan multidisiplin, interdisiplin, dan transdisiplin dalam studi agama dan budaya.
Amin telah mendedikasikan diri dalam pengembangan dua fondasi keilmuan yaitu tradisi keilmuan agama dan filsafat. Guru Besar Ilmu Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga tersebut memperkenalkan paradigma baru “integrasi-interkoneksi” dituangkan lewat buku karyanya yang diterbitkan tahun 2021 berjudul Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin: Metode Studi Agama & Studi Islam di Era Kontemporer.
“Hubungan antara agama dan filsafat kadang-kadang tidak selaras, kadang-kadang kontradiksi, tapi di UIN Sunan Kalijaga, saya membangun fondasi yang bisa mengintegrasikan dan mendialogkan keduanya antara ilmu agama dan filsafat,” kata Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN), atau sekarang UIN, Sunan Kalijaga tahun 2002-2006 dan 2006-2010 itu, saat ditemui IL News usai menerima Habibie Prize di Auditorium Gedung BJ Habibie, Jakarta, 11 November 2024.
Penghargaan Habibie Prize diserahkan langsung oleh Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, dalam acara Anugerah Talenta Unggul Habibie Prize 2024. Habibie Prize merupakan salah satu program prioritas nasional BRIN dalam membangun ekosistem riset dan inovasi yang kondusif. Penghargaan itu diberikan kepada talenta unggul Indonesia yang telah berkontribusi signifikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain Amin Abullah, penghargaan itu juga diberikan kepada empat pemenang lainnya yaitu Prof. Ir. Felycia Edi Soetaredjo dari Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (Bidang Ilmu Pengetahuan Dasar), Prof. Brian Yuliarto dari Institut Teknologi Bandung (Bidang Ilmu Rekayasa), Prof. Bachti Alisjahbana dari Universitas Padjadjaran Bandung (Bidang Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi), dan Prof. Anita Lie dari Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (Bidang Ilmu Sosial, Ekonomi, Politik, dan Hukum).
Krisis Multidimensi
Amin menyatakan peradaban modern melahirkan krisis multidimensi dengan wajah berbeda dari krisis pada abad sebelumnya, sebagaimana contoh yang terbaru adalah pandemi Covid-19. Situasi tersebut menyadarkan agamawan, ilmuwan, dan stakeholders akan pentingnya berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu untuk mencari solusi komprehensif.
Menurutnya, agama dan umat beragama seharusnya hadir menjadi angin segar dan menuntun kepada jalan keluar. Itu sebabnya, penting bagi cendekiawan Muslim untuk mampu mendialogkan dan mempertautkan antara nash, rasio-intelek, dan pengalaman manusia.
“Dalam konteks itulah maka linearitas ilmu dan pendekatan monodisiplin tak bisa atau tidak boleh lagi dipertahankan karena akan menimbulkan pemahaman atas ajaran agama yang kehilangan kontak dengan realitas dan relevansi dengan kehidupan sekitar. Pendekatan monodisiplin harus digeser ke pendekatan yang multidisplin, interdisiplin, bahkan transdisiplin,” ujar Amin, yang juga Ketua Komisi Kebudayaan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Pendekatan multidisiplin, interdisiplin, dan transdisiplin, disingkat sebagai MIT, dalam keagamaan telah menjadi salah satu materi dalam program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang diadakan oleh Institut Leimena bersama sedikitnya 30 mitra lembaga pendidikan dan keagamaan di Indonesia. Amin menjadi pembicara untuk sesi kompetensi pribadi Islam dengan judul “Kompetensi Pribadi Islam: Memahami Apa yang Agama Saya Ajarkan dengan Pendekatan Multi-, Inter-, dan Transdisiplin”.
Program LKLB telah diikuti oleh 9.160 guru dari 37 provinsi di Indonesia terdiri dari guru beragama Islam, Kristen, Buddha, dan Hindu. Sejak 2021, program LKLB dirancang oleh Institut Leimena, termasuk di dalamnya Amin Abdullah dan Senior Fellow Institut Leimena dan Menteri Luar Negeri RI 1999-2001, Alwi Shihab, serta sejumlah pihak lainnya termasuk beberapa mitra awal seperti Majelis Pendidikan Dasar, Menengah, dan Pendidikan Nonformal Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Maarif Institute, dan Masjid Istiqlal. [IL/Chr]
Responsible Citizenship
in Religious Society
Ikuti update Institut Leimena
@institutleimena
Warganegara.org
@institutleimena
Warganegara.org