IL News 007/2019
Apa yang dapat dilakukan mahasiwa atau lembaga mahasiswa sebagai bukti nasionalismenya?
Demikian pertanyaan seorang mahasiswa UK Petra ketika mendiskusikan bagaimana lembaga mahasiswa dapat berperan membangun bangsa, dalam Pembinaan Kampus yang merupakan rangkaian acara Pemilu Raya Universitas Kristen Petra, pada 8 Maret 2019. Kegiatan yang berlangsung dengan topik Nasionalisme dan Patriotisme itu menghadirkan Puansari Siregar dari Institut Leimena sebagai narasumber.
Ia memulai pemaparan materi dengan mengajak peserta menilik Indonesia. Bukankah, seperti kata Soe Hok Gie, orang hanya bisa mencintai sesuatu dengan sehat jika ia mengenal objeknya? Maka, ia mengajak peserta menilik sejarah lahirnya Indonesia, cita-cita Indonesia, kekayaan alam dan budayanya, serta permasalahan yang dihadapi Indonesia kini. Ia melanjutkan dengan pemaparan reflektif tentang keistimewaan sebagai mahasiswa dan harapan yang terkandung dalamnya. Bertolak dari pemahaman tersebut, ia lalu mengajak peserta menilik peran apa yang seharusnya dilakukan oleh lembaga mahasiswa.
Ia membagikan 3 jenis kegiatan yang dapat dilakukan mahasiswa, dengan mengadaptasi konsep What Kind of Citizen-nya Joel Westheimer dan Joseph Kahne yang mencoba mengurai jenis warga negara yang ingin dihasilkan oleh program-program pendidikan demokrasi. Pertama, kegiatan yang sifatnya personal di mana mahasiswa bertanggung jawab dalam lingkungan kampus dengan belajar sebaik-baiknya, disiplin, tidak mencontek, dll. Kedua, kegiatan yang bersifat partisipatif di mana mahasiswa berpartisipasi dalam kegiatan yang membawa perubahan; ia muncul sebagai inisiator perubahan. Terakhir, kegiatan yang bersifat transformatif di mana mahasiswa dituntut untuk melakukan perubahan dengan memberikan solusi pada akar permasalahan.
Perbedaan kualitas ketiga konsep tersebut dapat dilihat pada contoh berikut ini. Untuk mengatasi permasalahan banjir, jenis kegiatan personal akan menunjukkan keterlibatannya melalui upaya-upaya memberikan sumbangan (amal). Jenis partisipatif, akan terlibat dengan upayanya yang menginisiasi/memimpin pengumpulan bantuan pada korban banjir. Jenis transformatif, akan terlibat dengan mempertanyakan akar masalah mengapa terjadi banjir, lalu menawarkan solusi untuk mengurai akar masalah tersebut.
Kembali pada pertanyaan di awal tulisan ini, maka ketiga tipe kegiatan tersebut tentu sama-sama baik dan perlu dilakukan. Namun, pada konteks mahasiswa dengan segala potensi, idealisme, dan kemampuan intelektual yang dimiliki; mahasiswa hendaknya tak sekadar berperan secara personal. Ia dituntut menilik kontradiksi yang terjadi di sekelilingnya, lalu mendaratkan ilmunya sebagai solusi pada permasalahan tersebut.
Privilege sebagai mahasiswa mengemban sebuah amanat untuk mengabdi pada sesama melalui peran-peran strategis lembaga kemahasiswaan yang tak sekadar bersifat amal dan rutin; juga tak sekadar kebaikan personal.
Semangat berbangsa dan patriotisme hendaknya terwujud melalui kegiatan yang mendatangkan perubahan dan pembaruan. Bukankah ini pun sejalan dengan panggilan bagi orang Kristen sebagai terang yang hendaknya menerangi dan garam yang hendaknya mencegah pembusukan?
Responsible Citizenship
in Religious Society
Ikuti update Institut Leimena