info@leimena.org    +62 811 1088 854

Foto Ilustrasi: Okezone News

IL News 012/2019
Universitas Ciputra. Surabaya, 6-7 Mei 2019

Peristiwa politik selama kurun waktu 2017 – 2019, utamanya pilkada gubernur DKI Jakarta tahun 2017 serta pemilihan presiden (pilpres) dan pemilu legislatif (pileg) serentak tahun 2019, telah menghadirkan berbagai peristiwa yang mengejutkan dan menegangkan. Kita mengalami pemilu yang diwarnai oleh politik identitas dan primordial yang keras, kebohongan dan pemutar-balikan berita (hoax dan post truth politic) yang masif (firehose of falsehood), ujaran kebencian (hate speech), dan sejenisnya. Jauh lebih menegangkan dari pemilu 2014 dan yang sebelumnya.

Sejatinya, pemilu adalah instrumen sikulasi kekuasaan secara berkala, demokratis dan akuntabel, kegiatan yang sengaja dilakukan berkala dalam sebuah negara demokratis. Bersama-sama dengan prinsip kedaulatan rakyat, supremasi hukum, penghormatan HAM,  pemisahan kekuasaan dan checks and balances, pemilu melengkapkan prinsip-prinsip yang dianut dalam sebuah negara demokratis. Melalui pemilu yang berkala, demokratis dan akuntabel, aspirasi yang mengendap atau berkembang dalam masyarakat dapat dijangkau, diserap dan dicerna untuk disalurkan agar kekuasaan negara disegarkan dan dikuatkan guna mendorong dan mengarahkan perjalanan bangsa dan negara maju kearah yang diinginkan bersama.

Kelihatannya, menggunakan sosial media digital era revolusi industri generasi ke 4.0 atau I4.0, ada pihak-pihak yang telah mengaduk-aduk berbagai isu, utamanya isu sentimen SARA (suku, agama, ras dan asal-usul) dan ketimpangan sosial yang mengendap dalam tubuh bangsa, sedemikian rupa, hingga panas dan tersembur. Demikianlah, yang dimunculkan oleh pilkada DKI dan pemilu kali ini bukan sekedar kontestasi politik. Terpampang nyata polarisasi bernuansa agama dan etnis yang mengkhawatirkan.

Untuk mengantisipasi kondisi masa kini, Universitas Ciputra (UC) berinisiatif untuk mengadakan program Induksi Kebangsaan untuk para dosen. Program yang berlangsung tanggal 6-7 Mei ini, diikuti oleh 50 orang dosen dan dilaksanakan bekerja sama dengan Institut Leimena.  Dalam kata sambutannya, Bapak Rektor UC periode 2017-2021 Yohannes Somawihardja, menekankan ulang bahwa bangsa ini dibangun dalam kemajemukan dan keberagaman, dan menjadi kewajiban kita untuk secara sengaja menjaga dan memelihara warisan bangsa ini.

Bapak Jakob Tobing, Presiden Institut Leimena, dalam sesinya juga menekankan pentingnya memahami eksistensi dan perjuangan bangsa, dalam memasuki revolusi Industri 4.0. Di tengah kemampuan teknologi digital I4.0 yang mampu membelah masyarakat dan membangkitkan kebencian SARA, dan sebaliknya kemampuan I4.0 untuk membangun relasi perorangan dan masyarakat dan menebarkan informasi yang berguna,  perlu upaya yang kuat guna mengatasi berbagai dampak buruk I4.0 dan untuk terus memperkokoh eksistensi bangsa Indonesia di tengah perubahan.

Pertama-tama, kita perlu memahami prinsip-prinsip bernegara setelah reformasi. Setelah amandemen UUD 1945, sekarang Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ke-3 di dunia setelah India dan AS, yang sebelumnya negara non-demokrasi terbesar ke-2 dunia setelah RRC. Walaupun telah banyak kemajuan yang dicapai, tetapi demokrasi kita masih harus dikonsolidasikan. Kita harus aktif melanjutkan konsolidasi demokrasi. Jangan sampai terperangkap ke dalam gagasan dan politik sektarian, libertarian ataupun otoritarian.

UUD 1945 setelah amandemen menegaskan bahwa sistem demokrasi yang kita anut adalah demokrasi konstitusional. Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) dengan tegas telah memberi bingkai pada demokrasi kita. Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (ayat 2) dan Negara Indonesia adalah negara hukum (ayat (3)). Demokrasi dan negara hukum menjadi satu, demos kratos yang berkelindan dengan nomos kratos, dimana konstitusi mengontrol pelaksanaan demokrasi. Praktek demokrasi harus dalam bingkai UUD 1945 dan seluruh peraturan perundang-undangan tunduk pada ketentuan UUD 1945.

Selanjutnya, perlu upaya untuk terus menanamkan kesadaran kebangsaan Pancasila bagi segenap warga, utamanya bagi generasi muda. Upaya yang dilakukan melalui kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler yang sistematik, terpadu dan berkelanjutan. Proses membangun anak bangsa yang majemuk dengan potensi divergen menjadi bangsa yang majemuk dengan keluaran konvergen. Tetap bhinneka dan tetap tunggal. Dalam konteks itu, kegiatan dilakukan untuk menjangkau aspek pikiran dan aspek perasaan. Peran mimpi bersama dan praktek-praktek kehidupan bersama sangat vital sebagai faktor pengikat. Pola pendidikan perlu dirancang untuk membangun dan membina aspek semangat dan kejuangan, aspek ruh kebangsaan, dan aspek kecerdasan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan serta aspek mensana in corpore sano agar trengginas dalam bersikap dan bertindak.

Secara tegas, proses pendidikan di Indonesia, kurikuler dan ekstrakurikuler, harus dibentengi dari penetrasi ajaranajaran dan gagasan-gagasan yang tidak sesuai dengan Pancasila. Penetrasi ideologi lain adalah pelanggaran hukum yang harus dicegah dan ditindak.

Penegakan hukum adalah unsur penting dalam membangun karakter bangsa. Hukum yang terlalu banyak kebijaksanaan akan menghilangkan makna negara hukum. Penegakan rule of law tetap memerlukan nuansa kaku rule by law, dengan memahami bahwa dalam negara demokrasi, peraturan perundangan adalah karya demokratis wakil rakyat dan Presiden.

Tentu saja tidak boleh melupakan tanggung jawab kekuasaan untuk membangun kesejahteraan dan keadilan bagi segenap rakyat dan seluruh tumpah darah. 

Responsible Citizenship

in Religious Society

Ikuti update Institut Leimena