info@leimena.org    +62 811 1088 854

Dari kiri atas: Duta Besar RI untuk Mesir, Lutfi Rauf, Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof Basri Modding, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, dan Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Promosi UMI Prof Hattah Fattah dalam Webinar Internasional Seri Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB), Kamis (11/8/2022).

IL News 012/2022

 

Jakarta, LKLB News – Paham ekstremisme masih mengincar anak muda sehingga  diperlukan penguatan narasi toleransi beragama dalam ruang-ruang publik termasuk dunia  pendidikan. Situasi pandemi Covid-19 yang menyebabkan individu terisolasi dari lingkungan  sosial dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk berselancar secara daring, juga semakin  menyebabkan kaum muda lebih rentan terhadap radikalisasi dan rekrutmen paham ekstremisme.

“Kaum muda merupakan segmen masyarakat yang sangat terekspos ancaman ekstremisme karena  didukung pula oleh perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat. Hal ini menyebabkan  mereka dapat dengan mudah mengakses propaganda ekstremis dan konten terorisme di media,”  kata Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) di Kairo, Mesir, Lutfi Rauf, selaku pembicara  kunci dalam Webinar Internasional Seri Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB), Kamis (11/8/2022) malam.

Dalam webinar bertema “LKLB untuk Mengatasi Ekstremisme Beragama: Menjawab Pesan Kairo” yang diadakan oleh Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar dan Institut Leimena tersebut, Dubes Lutfi mengatakan dampak sosial dari pandemi Covid-19 diprediksi masih akan dirasakan  hingga beberapa waktu ke depan. Menurutnya, semua pihak harus tetap waspada terhadap tantangan  jangka panjang yang dapat ditimbulkan dalam hubungannya dengan ekstremisme

“Berdasarkan European Union Terrorism Situation and Trend Report tahun 2022 ini, diperoleh  temuan bahwa pandemi Covid-19 mendukung pembentukan narasi ekstremisme,” tambah Lutfi.

Lutfi mengatakan United Nations Office on Drugs and Crime (Kantor Perserikatan Bangsa-bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan) menyebut berbagai kelompok yang  berusaha menyebarkan paham ekstremisme cenderung mengeksploitasi ajaran agama, perbedaan  etnis, dan ideologi politik untuk membenarkan atau merekrut pengikut.

“Kondisi Indonesia yang kaya akan keberagaman yang biasanya senantiasa kita banggakan sebagai  potensi dalam konteks ini dapat menjadi lahan yang subur untuk penyebaran paham ekstremisme apabila kita lengah,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kerja sama dan Promosi UMI, Prof. Hattah Fattah,  mengatakan sektor pendidikan bisa menjadi wahana untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat  akan bahaya ekstremisme dan radikalisme. Namun, di sisi lain, lembaga pendidikan juga bisa  menjadi lahan subur untuk mengembangkan paham-paham radikalisme.

“Bagaimana menjaga lembaga pendidikan agar tidak terkooptasi pemikiran radikalisme itu  menjadi tantangan kita bersama,” kata Prof Hattah.

Hattah mengatakan, sekalipun UMI merupakan lembaga pendidikan dakwah berciri khas Islam,  tetap tidak pernah menolak mahasiswa non-Muslim. UMI juga menanamkan paham Islam  Rahmatan Lil Alamin lewat konsep maupun praktik nyata di Pesantren Darul Mukhlisin, Padang  Lampe, Sulawesi Selatan.

Dari kiri atas: Duta Besar RI untuk Mesir, Lutfi Rauf, Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof Basri Modding, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, dan Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Promosi UMI Prof Hattah Fattah dalam Webinar Internasional Seri Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB), Kamis (11/8/2022).

Sedikit tapi Militan

Staf Ahli pada Satgas Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional  Penanggulangan Terorisme (BNPT), Muhammad Suaib Tahir, mengatakan narasi yang  dikembangkan oleh kelompok ekstrimis jauh lebih produktif dan efektif dibandingkan narasi dari  kelompok moderat.

“Mereka (kalangan ekstrimis) sangat militan, meskipun sebenarnya jumlahnya sedikit tapi  mendominasi di media sosial,” kata Suaib.

Situasi itu telah berhasil mempengaruhi kalangan muda. Menurut Suaib, BNPT dalam wawancara  dengan sejumlah calon karyawan BUMN, beberapa anak muda yang baru lulus kuliah atau tamat  SMA menyatakan akan mengikuti pandangan ustadnya jika diminta pergi berjihad ke Suriah.

“Beberapa waktu lalu, saya ditelepon keluarga di Indonesia untuk menyampaikan bagaimana kami  bisa memulangkan anak-anak mereka yang masih muda di Suriah karena tertahan tidak bisa  kembali ke Indonesia. Mereka terpengaruh media sosial,” ujar Suaib.

Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, Tuan Guru Bajang  (TGB) HM Zainul Majdi, mengatakan ekstremisme berakar dari pemahaman agama yang salah.  Itu sebabnya, perlu adanya intervensi pendidikan secara serius di dalam ruang-ruang kelas dengan  memastikan materi keagamaan bisa mengakomodasi keberagaman dan guru memiliki kualifikasi  pemahaman agama yang moderat.

“Kalau bicara intervensi pendidikan adalah materi-materi keislaman yang kita ajarkan di semua  jenjang pendidikan harus kita ‘sisir’. Tidak ada artinya kita bernarasi di webinar, berbicara di  tingkat intelektual tapi menanam benih sebaliknya,” tandas Zainul.

Senior Fellow Institut Leimena, Prof. Alwi Shihab mengatakan Institut Leimena bekerja sama  dengan UMI dan beberapa institusi melakukan pelatihan LKLB karena menyadari peran penting  pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai inklusif. Pelatihan secara daring tersebut telah diikuti  sekitar 2.400 guru madrasah dan pesantren.

Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, mengatakan webinar seri LKLB dilatarbelakangi  oleh pelaksanaan The First International Conference on Religious Extremism: The Intellectual  Premises and Counter Strategies di Kairo, Mesir, pada 7-9 Juni 2022 yang antara lain  merekomendasikan pentingnya dunia pendidikan dalam mengatasi masalah ekstremisme, terutama  dalam kurikulum pendidikan, pendidikan dasar anak-anak, serta para guru dan spesialis pendidikan  lainnya.

Dalam konteks itu, pelatihan LKLB menekankan kepada penguatan solidaritas sesama  anak bangsa dan umat manusia yang berbeda agama dan kepercayaan dengan melatih kemampuan  bekerja sama dalam masyarakat majemuk. 

Rektor UMI, Prof Basri Modding, mengatakan UMI secara konsisten menerapkan pendidikan  inklusif. Contohnya, Pesantren Darul Mukhlisin beberapa waktu lalu menerima kunjungan dari  pimpinan American Jewish Committee untuk melakukan dialog lintas agama. [IL/Chr]

Responsible Citizenship

in Religious Society

Ikuti update Institut Leimena