info@leimena.org    +62 811 1088 854
Civis Vol. 1, No. 1, Okt 2009


RUU Pengelolaan Zakat Inkonstitusional

 

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum yang demokratis dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar 1945 dan nilai-nilai Pancasila.  Oleh sebab itu, segala peraturan perundangan haruslah mengacu kepada tolok ukur ini.

Berlandaskan Pancasila, negara perlu memfasilitasi, tanpa diskriminasi, tiap-tiap penduduk untuk dapat beribadat sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing, yang merupakan hak dan kemerdekaan pribadi yang dijamin konstitusi.

Ketidak-sesuaian dengan UUD 1945

RUU Usul Inisiatif Komisi VIII DPR-RI Tentang Pengelolaan Zakat tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 karena RUU ini tidak menjamin kemerdekaan beragama tiap-tiap penduduk, bersifat diskriminatif, dan melanggar Hak Asazi Manusia.  Bila RUU Pengelolaan Zakat ini disahkan menjadi undang-undang dan diberlakukan, maka:

A.Negara tidak lagi menjamin kemerdekaan/kebebasan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk dan beribadah menurut agamanya masing-masing (melanggar UUD 1945 pasal 28E ayat 1 dan pasal 29 ayat 2).

Kemerdekaan memeluk dan beribadah menurut agamanya masing-masing diberikan kepada setiap individu penduduk Indonesia, dan bukannya kepada kelompok agama secara kolektif untuk memaksakan kemauannya kepada individu dalam kelompok tersebut.  Oleh sebab itu, negara tidak boleh merampas hak individu penduduk tersebut dengan membuat peraturan perundangan yang mengutamakan sebuah aturan agama. Pelaksanaan aturan agama harus berasal dari kesadaran dan dorongan hati nurani setiap individu penduduk, dan bukan karena perintah undang-undang berikut ancaman sanksi hukumnya, seperti yang terjadi dalam RUU Pengelolaan Zakat ini.

B.Negara bersifat diskriminatif karena negara mengutamakan kesejahteraan fakir miskin yang menganut agama tertentu saja (melanggar UUD 1945 pasal 34, pasal 23 A, dan menyimpang dari Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4)

Zakat adalah sebuah keharusan agama dimana penggunaannya bukan ditujukan untuk semua fakir miskin, tetapi ditujukan untuk fakir miskin dari agama tersebut saja. Sebuah undang-undang yang meng-‘anak emas’-kan sebuah ajaran agama, demi kepentingan kesejahteraan fakir miskin kelompok agama tersebut saja, adalah undang-undang yang bersifat diskriminatif.

Pasal 23A UUD 1945 mengungkapkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa adalah untuk keperluan negara.  Kalau zakat termasuk dalam pungutan lain yang bersifat memaksa, maka zakat harus dipakai untuk kepentingan negara sesuai dengan tujuan negara yang dinyatakan di Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4, antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum.  Apabila negara memperkenankan pungutan zakat untuk digunakan bukan untuk kesejahteraan umum seluruh rakyat tanpa terkecuali, maka negara telah menyimpang dari amanat Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 tersebut.

C.Negara menggunakan APBN secara diskriminatif untuk melaksanakan aturan agama tertentu.  (melanggar UUD 1945 pasal 23 ayat 1)

Uang pajak merupakan salah satu sumber pemasukan APBN yang diambil dari setiap wajib pajak, tanpa memperhatikan agama yang dianutnya.  Oleh sebab itu, APBN harus digunakan untuk kemakmuran rakyat secara umum tanpa memperhatikan apakah seseorang berasal dari kelompok agama tertentu atau tidak.  Keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan zakat, sebagaimana diatur dalam RUU ini, merupakan tindakan diskriminatif yang akan membebani APBN dalam biaya implementasinya (misalnya biaya pengelolaan, enforcement dan proses pidana), demi kepentingan kelompok agama tertentu.

D.Negara melakukan pelanggaran HAM terhadap warganegaranya (melanggar UUD 1945 pasal 28I, pasal 28H ayat 4)

Sesuai prinsip negara hukum yang demokratis, negara seharusnya bertanggung jawab untuk memberikan jaminan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk setiap orang terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif, dan bukannya malah mendukung tindakan diskriminatif tersebut.  Dukungan negara terhadap RUU Pengelolaan Zakat ini dapat dilihat sebagai pelanggaran HAM dari negara terhadap penduduknya karena negara mengutamakan satu kelompok warganegara dengan latar belakang agama tertentu dibandingkan dengan yang lainnya.  Kelalaian negara dalam memberikan jaminan perlindungan HAM ini merupakan pelanggaran UUD 1945 pasal 28I.

Apabila negara mengharuskan penerapan suatu aturan agama, maka negara melakukan pemaksaan atas nama agama.  Dengan demikian, negara telah bertindak sewenang-wenang terhadap hak milik pribadi warganegaranya dalam bentuk keharusan dalam membayar zakat.  Dengan demikian, negara telah melanggar UUD 1945 pasal 28 H ayat 4.

Apa Yang Harus Dilakukan?

RUU Pengelolaan Zakat ini tidak dapat disahkan menjadi undang-undang, karena tidak sesuai dengan UUD 1945. RUU-RUU lain yang tidak konsisten dengan UUD 1945, seperti dalam kasus ini, seharusnya juga tidak dapat disahkan menjadi undang-undang.

Oleh karena asas Pancasila, negara perlu memfasilitasi tiap-tiap tiap-tiap penduduk untuk dapat beribadat sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing. Namun dalam pelaksanaannya, negara tidak boleh bersikap diskriminatif dan melanggar kemerdekaan individu tiap-tiap penduduk tersebut, yang justru dilindungi konstitusi, UUD 1945.**

Penulis

Budi Hartono Setiamarga, Ph.D. adalah Director, Center for Policy Analysis (CePA) Institut Leimena.